Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Antara Iman Umat Islam dan Umat Terdahulu

Perasaan yakin suatu umat mempunyai peranan penting dalam menjalankan syariat nabinya. Keyakinan itulah yang akan menumbuhkan sifat tunduk dan percaya kebenaran wahyu Ilahi yang dibawa para nabi, juga meringankan pemeluk agama melakukan kewajiban-kewajiban yang terkesan berat bagi sebagian umat.
Mereka yang dalam sanubarinya tidak terpatri  "keyakinan" akan merasa muak dengan perintah agama. Undang-undang syariat hanya akan dianggap sebagai narasi fiktif yang dibuat nabi untuk kepentingan sendiri, hingga pada akhirnya mereka hanya bisa mengeluh dengan syariat agama yang meluluh mengekang kebebasan hidup. Dan, akan tumbuh pertanyaan-pertanyaan yang menjadi simbolis rasa ragu yang sama sekali tidak patut terucapkan ; Untuk apa kita harus melakukan ini? Apakah kita akan mendapatkan itu? Dan mengapa kita harus mempercayai hal seperti itu?

Umat-umat terdahulu banyak yang mendustakan nabi mereka karena diberi keyakinan yang tidak sempurna. Tidak mengherankan jika dari umat Nabi Nuh as, setelah ratusan tahun didakwahi, Hanya kurang-lebih tujuh puluh lima orang yang beriman. Pada masa Nabi Isa dan Nabi Musa banyak yang tidak beriman dan bahkan berkhianat. Na'udzu billah.

Berbeda dengan umat Muhammad Saw. Hanya dalam jangka waktu 23 tahun sudah mampu merambah bagian besar jazirah Arab. Umat ini diberi keyakinan yang sempurna. Bak sebuah paku yang tertancap sepenuhnya yang tidak akan terdongkrak, kesempurnaan itu digambarkan dengan berita-berita nyata Rasulullah disertai bukti-bukti yang mendetail. Umat ini mendapat kesaksian dari panglima utama para rasul sekaligus manusia paling amanah di muka bumi ini, Muhammad Saw. "Sebuah umat tidak diberi keyakinan yang melebihi keyakinan yang diberikan kepada umatku."

Allah telah memenuhi hati umat ini dengan nur yang membuka ruang hati  untuk melihat keagungan Allah Saw. Cahaya itu akan mempermudah untuk terus menekan nafsu agar konsisten menjalankan syariat agama. Dan, seakan akhirat menjadi hal nyata yang terpampang di depan mata.

Umat terdahulu tidak mendapat nur yang sama seperti ini,  Apalagi melebihinya. Allah telah memenuhi umat ini dengan budi pekerti yang kian bertambah, dan derajat yang sangat dekat di sisi-Nya. Dia menyebutnya dalam kitab Taurat dengan shofwah al-rahman,dan dalam kitab Injil  dengan sebutan hulama' (orang-orang yang bijaksana) ulama (orang-orang pandai) abror (orang-orang yang berbudi pekerti luhur) dan atqiya' (orang-orang yang selalu melakukan perintah).

Allah swt. Berfirman :
 ... Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu". ; QS Ali Imron : 73

Para ulama berkata : keyakinan itu terbagi menjadi tiga tingkatan :

  • 'Ilmu al yaqin : keyakinan yang tumbuh dari jalan menganalisa dan mempersembahkan dalil.
  • 'ain Al  Yaqin : keyakinan yang sampai pada tingkat bisa melihat  hal-hal ghaib sebagaimana melihat hal-hal nyata.
  • Haq Al Yaqin : keyakian puncak, sekiranya bisa melihat yang seakan sampai iltishoq(bersentuhan) dan imtizaj(bercampur).


Dalam artian lain, 'ilm Al Yaqin adalah keyakinan yang kuat sebagaimana keyakinan orang mendengar berita, 'ain Al yaqin adalah keyakinan yang kuat sebagaimana orang menyaksikan, dan Haq Al Yaqin adalah keyakinan yang sangat kuat sebagaimana orang yang terlibat dengan kejadian.

Imam Sirri al-Siqthi berkata," keyakinan adalah ketenangan hati saat datang silih berganti goncangan dalam hati, sembari tetap yakin bahwa kesedihan tidak memberi manfaat dan tidak bisa menolak taqdir-Nya.

Post a Comment for "Antara Iman Umat Islam dan Umat Terdahulu"