3 Kondisi Pelaku Dosa yang Diampuni Allah SWT
Allah telah memilih umat nabi Muhammad Saw menjadi umat terbaik dan selalu dijanjikan Allah akan pahala yang besar. Hal demikian ini tidak lain karena kemuliaan Nabi Muhammad Saw, makhluk paling mulia di jagad raya. Oleh karenanya, cukup menjadi suatu keistimewaan kita dipilih menjadi umat beliau, kendati tidak berjumpa atau sezaman dengan beliau. Semakin lengkap keistimewaan saat Allah menyatakan melalui lisan kekasih-Nya bahwa umat nabi diberikan ampunan saat melakukan dosa-dosa yang didasari oleh lupa, tidak sengaja, dan dipaksa. Tiga kondisi sedikit-banyak pasti kita alami, dan mereka tidak bisa berupaya mencegahnya. Tentunya akan terasa berat bila kita tetap mendapatkan hukuman dari kesalahan-kesalahan yang didasari tiga kondisi ini.
Dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad Saw bersabda:
إِنَ اللهَ تَجَاوَزَ لِيْ عَنْ أُمَّتِيْ الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ
Artinya: Sesungguhnya Allah mengampuni karena aku terhadap umatku yang tidak sengaja melakukan kesalahan, lupa dan hal yang mereka dipaksa.
Sebagian ulama menyatakan bahwa adanya lafadz "ummati" yang berarti umatku menunjukkan keistimewaan umat Muhammad Saw, bukan diperuntukkan umat lain. Umat nabi Muhammad diberi dispensasi terhadap perkara yang tidak mampu mereka kuasai. Hadits ini semakin memperkuat firman Allah:
لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا
Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kemampuannya. (QS. Al-Baqarah: 286)
Imam al-Kalbi berkata: Bani Israil ketika lupa tidak melakukan apa yang diperintahkan untuk mereka atau tidak sengaja(salah) melanggar aturan, maka mereka segera mendapatkan hukuman, sehingga diharamkan bagi mereka beberapa makanan dan minuman sesuai dosa yang mereka lakukan.
Sebagian ulama berpendapat ampunan ini hanya diperuntukkan kepada umat Muhammad dengan dalih firman Allah Swt dalam surat Al-Kahfi:
إِنَّهُمْ إِن يَظْهَرُواْ عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَنْ تُفْلِحُوْا إِذاً أَبَداً
Artinya: Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu atau memaksamu kembali kepada agama mereka. Dan jika demikian maka niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya. (QS. Al-Kahfi: 20)
Pernyataan ayat di atas menunjukkah keterpaksaan bukanlah menjadi sebuah udzur untuk umat terdahulu. Sedangkan tentang umat ini, Allah telah menjelaskannya dengan diterimanya udzur saat dipaksa dalam firman-Nya:
إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بالإيمان
Artinya: Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman(dia tidak berdosa). (QS. An-Nahl: 106)
Dalam riwayat lain tertulis dalam kitab Al-Bahru al-Madid sebuah hadits:
إِنَّ اللهَ رَفَعَ عَنْ أُمَّتِيْ الْخَطَأَ والنِّسْيَانَ وَمَا حَدَثَتْ بِهِ نَفْسُهَا
Artinya: sesungguhnya Allah mengangkat dari umatku kesalahan yang tidak disengaja, lupa dan kesalahan yang hanya digumamkan dalam hati.
Pengarang menjelaskan, bisa jadi yang dimaksudkan adalah hakekat dari kesalahan tidak sengaja dan lupa, karena kesalahan yang didasari dua hal ini secara akal tidaklah tercegah atau tetap sah, karena dosa itu ibarat racun, ketika seseorang menelannya dalam kondisi apapun akan tetap membahayakan, sehingga sebagaimana juga seseorang melakukan dosa-dalam kondisi apapun- maka akan mendatangkan pada siksa, hanya saja Allah mengangkat atau mengampuni orang yang lupa atau tidak sengaja sebagai bentuk sifat belas kasih dan menjadi anugerah bagi umat ini.
Kendati demikian, tiga kondisi di atas terbagi menjadi dua bagian: yang ampuni pelakunya dan yang tidak diampuni, sebagaimana orang yang melihat pada pakaiannya sebuah najis tapi menunda menghilangkannya, sampai dia lupa dan melakukan shalat dalam keadaan pakaiannya masih najis, maka hal ini dianggap sebagai keteledoran, seharusnya dia segera membersihkannya. Seperti juga penghafal Al-Qur’an yang tidak mau nderes atau mengulang-ngulang hafalan sehingga lupa maka dia termasuk orang yang dicela, berbeda bila dia sudah konsisten menghafal namun tetap lupa maka termasuk udzur. Atau seperti orang yang yang menembak hewan buruan kemudian tidak sengaja mengenai orang: bila dia berhati-hati maka masuk pada khatha’ (tidak sengaja) yang tidak dicela, namun bila tidak berhati-hati maka temasuk yang dicela. Atau seperti orang yang ditahan orang yang sangat kejam kemudian disuruh makan daging babi sepertiga namun dia makan melebihinya maka tidak termasuk dipaksa, atau bila dia suruh zina kemudian ternyata intisyar maka termasuk dicela, karena pada hakekatnya dia merasa tidak dipaksa. Wa Allahu A’lam.
Post a Comment for "3 Kondisi Pelaku Dosa yang Diampuni Allah SWT"
Silahkan berikan komentar dengan baik dan sopan