Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Sholat Jamak Bagi Pengantin Perempuan

Syariat telah memberi kemurahan kepada umat Islam dengan memperbolehkan men-jamak dan men-qashar salat dalam kondisi tertentu. Selain rukhsah(keringanan), hal ini sekaligus menjadi peringatan bagi umat agar tidak sembrono meninggalkan salat kapan pun dan bagaimana pun. Umat islam yang bepergian jauh dua marhalah atau kurang lebih 81 kilometer boleh menqashar shalat. Sedangkan sebab boleh jamak terdapat perbedaan pendapat: ada yang mengatakan  hanya perjalanan jauh sebagaimana qashar, ada yang mengatakan perjalanan dekat sudah boleh, dan ada yang mengatakan boleh jamak di rumah disebabkan udzur seperti maradh(sakit), mathar(hujan) dan khauf(ketakutan). 

Dalam sebuah hadits diriwayatkan Ibnu Abbas : 

أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - صَلَّى بِالْمَدِيْنَةِ سَبْعاً وَثَمَانِياً: الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ، وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ

Artinya: Sesungguhnya Nabi SAW salat di Madinah tujuh rakaat dan delapan rakaat, yakni dzuhur dengan ashar dan maghrib dengan isya’. 

Menjamak sebab sakit terdapat perbedaan pandangan ulama sebagaimana disebutkan dalam at-Taqrirat as-Sadidah bahwa, menurut pendapat mu’tamad dalam madzhab Syafi’i tidak boleh menjamak shalat sebab sakit baik taqdim atau ta’khir, namun Imam an-Nawawi dan lainnya seperti Imam Qadhi Husain, Ibnu Suraij, Ar-Ruyani, Al-Mawardi, Ad-Darimi dan Al-Mutawalli memperbolehkannya. Adapun defisini sakit yang dimaksudkan adalah seseorang mendapatkan masyaqqat syadidah(sangat berat) bila melakukan setiap shalat pada waktu yang semestinya. Sebagian ulama mengatakan: Boleh melakukan jamak ketika mendapatkan sakit yang memperbolehkan shalat dengan duduk. 

Selain sebab sakit, jamak juga boleh dilakukan sebab hujan sebagaimana keterangan dalam I’anah at-Thalibin: 

)تَتِمَّةٌ) كَمَا يَجُوْزُ الْجَمْعُ بِالْمَرَضِ يَجُوْزُ بِالْمَطَرِ، لَكِنْ تَقْدِيْمًا فَقَطْ، وَلَوْ لِلْمُقِيْمِ، وَذَالِكَ لِمَا صَحَّ أَنَّهُ (ص) جَمَعَ بِالْمَدِيْنَةِ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ، وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا سَفَرٍ

Artinya: (Penyempurna) sebagaimana diperbolehkan melakukan jamak sebab sakit maka juga boleh sebab hujan namun hanya jamak taqdim, meskipun bagi orang yang berstatus muqim. Hal ini sebagaimana tersebut dalam hadits bahwa, Nabi SAW di Madinah menjamak shalat Dzuhur dengan Ashar, dan Maghrib dengan Isya’ tanpa sebab ketakutan atau bepergian. 

Imam Asy-Syafi’i dan Imam Malik berkomentar: “Saya meyakini bahwa hal tersebut sebab hujan.” 

Adapun syarat jamak sebab hujan adalah hujan terjadi saat takbiratul ihram di dua salat dan salam salat pertama sampai bersambung pada salat ke dua, tartib di antara dua shalat, muwalah atau berkelanjutan antara keduanya, niat jamak pada saat shalat pertama, shalat kedua dilaksanakan secara berjamaah meskipun hanya saat takbiratul ihram, imam harus berniat menjadi imam dan berjamaah, jamak tersebut di lakukan di tempat salat yang di anggap jauh secara adat. 

Adapun wanita yang menjadi pengantin dengan make up khusus maka menurut pendapat mu’tamad tidak diperbolehkan menjamak shalat. Hanya saja ada pendapat yang memperbolehkan menjamak shalat di rumah meski tidak sebab udzur-udzur di atas, melainkan hanya karena hajat, dengan catatan tidak dijadikan kebiasaan. Sehingga, Bila hal ini tidak dianggap sebagai hajat maka tidak diperbolehkan menjamak, melainkan harus melakukan shalat dzuhur meskipun di akhir waktu atau dengan cara-cara lainnya. Namun, bila kondisi pengantin wanita pada saat resepsi pernikahan di anggap sebagai hajat dengan pertimbangan waktu resepsi yang lama, banyak tamu terus berdatangan, atau bila digunakan berwudhu tidak mungkin make up kembali karena memakan waktu dan biaya maka ada yang mengatakan boleh. 

Disebutkan dalam Al-Majmu’ Syarah Al-Muhaddzab karya Imam An-Nawawi: Berikut madzhab ulama perihal jamak shalat di rumah tanpa sebab ketakutan, bepergian dan sakit: Menurut madzhab kita(Syafi’iyah), madzhab Abu Hanifah, Imam malik, dan imam Ahmad dan jumhur ulama bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan. Sedangkan menurut Ibnu Mundzir menceritakan dari satu golongan yang memperbolehkan jamak tanpa adanya sebab. Dan Ibnu Sirin memperbolehkannya karena adanya hajat selama tidak dijadikan kebiasaan. 

Juga disebutkan dalam Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah:

وَذَهَبَ طَائِفَةٌ مِنَ الْفُقَهَاءِ مِنْهُمْ - أَشْهَبُ مِنَ الْمَالِكِيَّةِ ، وَابْنُ الْمُنْذِرِ مِنَ الشَّافِعِيَّةِ ، وَابْنُ سِيرِينَ وَابْنُ شُبْرُمَةَ - إِلَى جَوَازِ الْجَمْعِ لِحَاجَةٍ مَا لَمْ يُتَّخَذْ ذَلِكَ عَادَةً .قَال ابْنُ الْمُنْذِرِ : يَجُوزُ الْجَمْعُ فِي الْحَضَرِ مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ ، وَلاَ مَطَرٍ ، وَلاَ مَرَضٍ . وَهُوَ قَوْل جَمَاعَةٍ مِنْ أَهْل الْحَدِيثِ لِظَاهِرِ حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَال : إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ مَطَرٍ فَقِيل لاِبْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَل ذَلِكَ قَال : أَرَادَ أَنْ لاَ يُحْرِجَ أُمَّتَهُ . وَلِمَا رُوِيَ مِنَ الآْثَارِ عَنْ بَعْضِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ مِنْ أَنَّهُمْ كَانُوا يَجْمَعُونَ لِغَيْرِ الأْعْذَارِ الْمَذْكُورَةِ

Artinya: Sebagian ulama ahli fikih di antaranya asyhab dari madzhab Maliki, Ibnu Mundzir dari Syafi’iyah, Ibnu Sirin dan Ibnu Subrumah berpendapat diperbolehkan jamak karena ada hajat selama tidak dijadikan kebiasaan. Ibnu Mundzir berkata : Boleh menjamak di rumah tanpa adanya khouf, hujan, dan sakit dan ini pendapat mayoritas ahli hadits karena melihat dzahir hadits Ibnu Abbas, ia berkata: Sesungguhnya Nabi SAW menjamak salat Dzuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya’ tanpa sebab ketakutan dan hujan. Lalu diucapkan kepada Ibnu Abbas, “Kenapa beliau melakukan hal tersebut.” Ibnu Abbas berkata: “Beliau ingin agar tidak memberatkan umatnya.” Dan juga terdapat alasan dari atsar sebagian sahabat dan tabi’in bahwa mereka melakukan shalat jamak tanpa adanya udzur-udzur yang disebutkan. Wa Allahu A’lam


Post a Comment for "Hukum Sholat Jamak Bagi Pengantin Perempuan"