Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perbedaan Sholat Berjamaah Antara Laki-Laki dan Perempuan

Salat berjamaah dalam salat fardu merupakan anjuran Nabi yang ditekankan atau sunah muakadah, namun menurut pendapat yang sahih dalam madzhab syafi’i hukum berjamaah fardu kifayah, bahkan menurut pendapat Imam Ahmad fardu ain, hanya saja tidak menjadi syarat sah salat. Hal ini berdasarkan hadis baginda Rasulullah yang menjelaskan tentang keutamaan dari salat berjamaah:  

صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

Artinya: Salat berjamaah mengungguli salat sendiri dengan selisih dua puluh tujuh derajat. HR. Al-Bukhari

Hadis di atas bersifat umum baik untuk laki-laki dan perempuan. Hanya saja terdapat perbedaan-perbedaan mendasar terkait jamaah keduanya. Imam an-Nawawi dalam kitab Raudhah at-Thalibin mengatakan, “Perempuan tidak wajib berjamaah baik fardu ain atau fardu kifayah, akan tetapi hanya disunahkan. Kesunahan ini terdapat dua pandangan: pertama sunah (muakadah) sebagaimana laki-laki, namun yang lebih sahih tidak muakadah. Dengan demikian, tidak dianggap makruh bagi mereka saat meninggalkan jamaah- meskipun kita mengatakan sunah- sedangkan makruh bagi laki-laki tidak berjamaah.” Syekh Abu Hamid berkata: “Setiap salat yang disunahkan bagi laki-laki berjamaah maka disunahkan berjamaah bagi perempuan baik fardu atau sunah.” 

Dalam Al-Fiqh al-Manhaji diterangkan, Jamaah perempuan di rumah lebih utama dari pada hadir di masjid karena terdapat hadits yang menerangkan salat di rumah bagi mereka lebih utama. Sebagaimana pendapat Ashab syafi’i bahwa salat para perempuan di tempat yang tertutup lebih utama, berdasarkan hadis Ibnu Mas’ud bahwa Baginda Nabi bersabda: 

صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِى بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِى حُجْرَتِهَا وَصَلَاتُهَا فِى مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِى بَيْتِهَا

Artinya: Salat perempuan di kamarnya(kamar tidur) lebih utama daripada salat di ruangan rumah, dan salat di tempat yang lebih kecil lebih utama daripada salat di kamarnya. HR. Abu Dawud

Kendati demikian perempuan tetap diperbolehkan berjamaah di masjid. Hanya saja terdapat perincian hukum sebagaimana penjelasan dalam Al-Fiqh Al-Manhaji: Apabila perempuan ingin datang ke masjid bila masih muda atau sudah besar yang dapat memancing syahwat laki-laki maka dihukumi makruh, begitu juga makruh bagi suami dan walinya memberi izin. Apabila sudah tua rentah yang tidak memancing syahwat maka tidak makruh. Perincian ini didasarkan sebuah hadis sahih yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud bahwa Baginda Nabi bersabda: 

اِذَا اسْتَأْذَنَتْ أَحَدَكُمْ امْرَأَتُهُ اِلَى الْمَسْجِدِ فَلَا يَمْنَعْهَا

Artinya: Ketika istri salah satu dari kalian meminta izin pergi ke masjid maka jangan mencegahnya. HR. Al-Bukhari-Muslim

Ada juga hadis lain yang dirawayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah bersabda: 

لَا تَمْنَعُوْا إِمَاءَ اللهِ مَسَاجِدَ اللهِ

Artinya: Jangan kalian mencegah para perempuan Allah atas masjid-masjid Allah. HR. Al-Bukhari

Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ menerangkan, Disunahkan bagi laki-laki memberi izin istrinya pergi ke masjid untuk salat apabila dia sudah tua yang tidak menimpulkan syahwat serta aman dari mafsadah baik kepada dirinya atau orang lain berdasarkan hadis-hadis di atas. Namun apabila suami tersebut mencegahnya maka tidak diharamkan menurut madzhab kita. Hal ini diutarakan oleh Imam Al-Baihaqi dan banyak ulama, dan mereka menginterpretasi hadits “لا تمنعوا إماء الله مساجد ألله” Bahwa larangannya yang sifatnya makruh tanzih sebab menetap di rumah untuk menuruti perintah laki-laki itu wajib, tidak boleh ditinggalkan sebab sebuah fadhilah. 

Ketika perempuan pergi ke masjid maka dimakruhkan menggunakan minyak wangi atau memakai pakaian glamor karena terdapat hadits Zainab ats-Tsaqafi, istri Ibnu Mas’ud bahwa dia bertanya kepada Rasulullah bersabda: 

اِذَا شَهِدَتْ اِحْدَاكُنَّ الْمَسْجِدَ فَلَا تَمُسَّ طَيِّبًا

Artinya: Ketika salah satu dari kalian (para perempuan) datang ke masjid maka jangan memakai wewangian. HR. Al-Muslim

Sedangkan perihal perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam berjamaah diterangkan oleh Imam Mawardi dalam Al-Hawi al-Kabir: Empat hal mengenai salat perempuan secara berjamaah: Pertama, termasuk kesunahan bagi mereka adalah salat di rumah tidak di masjid karena sabda Nabi Saw: 

صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي مَسْجِدِهَا

Artinya: Salat perempuan di rumah lebih utama dari pada salat di masjid

Kedua, bilaa berjamaah(sesama perempuan) maka imamnya berdiri di tengah-tengah, tidak di depan sebagaimana laki-laki. Ketiga, saat bermakmum dengan imam laki-laki maka berdiri di belakangnya, tidak di samping kanan sebagaimana laki-laki. Ke empat, saat jamaah bersama-sama laki-laki maka shaf yang belakang lebih utama, Baginda Nabi bersabda:

خَيْرُ صُفُوفِ النَسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا ، وَخَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا

Artinya: Sebaik-baik shaf (yang banyak pahalanya) perempuan adalah shaf belakang, dan seburuk-buruknya(yang sedikit pahalanya) adalah shaf depan, sedangkan sebaik-baik shaf-shaf laki-laki adalah shaf depan dan seburuk-seburuknya adalah shaf belakang. HR. Ibnu Majah

Empat hal ini merupakan kondisi yang membedakan mereka dengan laki-laki dalam salat jamaah. Bila tidak sesuai dengan kondisi di atas maka termasuk keburukan, meskipun salatnya sah. Adapun terkait perkara yang membatalkan salat atau menyebabkan sujud sahwi maka antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan.

Selain perbedaan di atas, terdapat perbedaan juga terkait kesunahan adzan dan iqamah bagi perempuan yang berjamaah. Menurut pendapat yang masyhur yang di nash dalam kitab Al-Um dan Al-Mukhtashar, disunahkan iqamah tidak adzan. Pendapat kedua mengatakan, tidak sunah adzan dan iqamah. Sedangkan  pendapat ketiga, tetap sunah keduanya. 

Post a Comment for "Perbedaan Sholat Berjamaah Antara Laki-Laki dan Perempuan"