Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Esensi Ghirah Dalam Islam

Ghirah kepada keluarga dan mahram perempuan adalah pekerti yang baik dan hal yang dianjurkan secara syara' dan akal. Akan tetapi sebagian manusia berintelektualitas dan modern salah dalam memahami pekerti mulia ini. Dalam perspektif mereka, ghirahnya laki-laki kepada perempuan termasuk sebuah kebodohan dan fanatik yang tidak disertai ilmu, peri kemanusiaan dan kepercayaan. Ini adalah perspektif yang salah, was-was setan, analisis yang rusak dan pemahaman yang batal. Hal ini merupakan dampak tradisi barat yang merusak. Karena Eropa tidak pernah mengindahkan iffah, bahkan mereka tidak menjaga kesucian perawan.

Sudah cukup parameter kita mengenai pekerti perempuan menurut mereka, bahwa kita tidak akan menemukan dalam bahasa sehari-hari mereka ucapan yang menunjukan menjaga kemuliaan perilaku seksual, yakni kalimat "harga diri". Kalimat ini mempunyai kandungan makna utama yang berhubungan dengan seks, dan naiknya darah seorang mukmin karena ghirah dan mempertahankan harga diri. Bahkan orang Eropa, menganggap keji makna ini dan tidak menerimanya.

Drs. Nuruddin 'itr dalam kitabnya Madza 'anil Mar'ah halaman 14  berkata,"Aku telah melihat kisah dan pertunjukkan santrawan Eropa yang bertolak belakang dengan fitrah luhur manusia. Mereka tidak mau menggunakan uslub kemanusiaan tersebut. Hal itu bisa dilihat dari kebanyakan pertunjukan para penulis Perancis yang diterjemahkan sebagian sastrawan kita. Pembahasan mereka berkutat pada kebatilan-kebatilan yang mereka tuduhkan kepada orang Arab. Mereka menggambarkan sosok manusia yang ucapan, akal dan pemikiran telah kehilangan ghirah. Saat itu mereka menarik was-was dan prasangka buruk, melakukan berbagai macam perbuatan dosa. Kemudian salah satu mereka dimusuhi karena lari dari neraka tersebut " 

Ini adalah apa yang penerjemah sastra asing pilih untuk kita. Beginilah yang mereka tawarkan dari peradaban negara asing. Sesungguhnya mereka menghadirkan perkara yang diinginkan oleh musuh dari warna-warni sastra dan peradaban, seperti tempat-tempat prostitusi dan kebebasan atau pornografi  yang menyeret dari manusia yang luhur kepangkat hewan yang rendah. 

Sesungguhnya ghirah terhadap kehormatan agama adalah tiang adat bangsa Arab dan berdirinya akhlak mereka baik saat masa islamiyah atau jahiliyah. Karena ghirah ini sudah menjadi tabiat asli dari manusia.

Antarah, salah satu penyair jahiliyah berbangga dengan pekerti mulia dan keutamaan terpuji ini. Karena ketika pekerti ini ada dalam dirinya, dan merasakan kandungannya, maka dia akan cemburu(ghirah), sampai kepada harga diri tetangganya murni dari keinginan diri sendiri. Antarah berkata:

وَاغُضُّ طَرْفَيَّ اِنْ بَدَتْ لِيْ جَارَتِيْ * حَتَّی يُوَارِيْ جَارَتِيْ مَأْوَاهَا
Aku memejamkan dua kelopak mata ketika tampak tetangga perempuanku, sehingga tetangga tak terlihat di rumahnya.

Hatim al-Tha’i berkata :

اِذَا مَا بِتُّ أَخْتِلُ عِرْسَ جَارِيْ*  لِيُخْفِيَنِي الظُّلَامُ فَلاَ خَفِيْتُ
أَأَفْضِحُ جَارَتِيْ وَأَخُوْنُ جَارِيْ*  فَلَا وَاللهِ أَفْعَلُ مَا حَيِيْتُ
Ketika semalaman aku mengusik mahligai tetanggaku agar tersamarkan petangku maka sungguh tidak akan tersamarkan.
Apakah aku akan membuka aib tetanggaku(perempuan) dan mencela-cela tetanggaku(laki-laki) maka demi Allah, aku tidak akan melakukan hal yang membuatku malu.

Mereka yang tidak memiliki ghirah adalah orang yang tidak memiliki keuatamaan kebangsaan arab Islam secara sempurna. Tidak diragukan lagi, kebangsaan Arab mereka hilang ketika diri dan tabiat mereka dihapuskan. Hilang sifat mereka untuk sama seperti orang-orang pribumi yang Sholeh. Mereka akan merugi dalam rukun iman dan intan Islam. Mereka tidak akan memberi manfaat kepada umat dan sosial kecuali merusak dan memutuskan pekerti mulia yang telah mengakar.

Adapun ghirah yang dipuji dan dianjurkan adalah menjaga perempuan dari tidak punya rasa malu, ikhtilath dengan laki-laki, dan dari setiap perkara haram yang busuk dan tercela, menjaga agar tidak ada orang lain yang melihatnya.

Beginilah ghirah yang disukai Allah dan rasul-Nya. Beginilah ghirah yang ditanamkan dan ditumbuhkan Islam dalam diri pemeluknya. Disebutkan dalam hadis shahih marfu' :

اَتَعْجَبُوْن مِنْ غَيْرَۃِ سَعْدٍ, لَأَنَّ أَغْيَرُ مِنْهُ, وَاللهُ أَغْيَرُ مِنِّيْ
Artinya : Apakah kalian heran dengan rasa cemburunya Sa'ad. Sungguh aku lebih cemburu dari pada dirinya. Dan Allah lebih cemburu dari pada diriku. HR. Bukhari

Disebutkan dalam hadis, Rasulullah Saw. bersabda :

مَا مِنْ اَحَدٍ أَغْيَرُ مِنَ اللهِ مِنْ أَجْلِ ذَالِكَ حَرَّمَ الْفَوَاحِشَ
Artinya : Tidak ada seorang pun yang lebih cemburu dari pada Allah. Oleh karena itu Dia mengharamkan perbuatan keji. HR. Bukhari

Disebutkan dalam hadis, Rasulullah Saw. bersabda :

 يَا أُمَّۃَ مُحَمَّدٍ, مَا مِنْ اَحَدٍ أَغْيَرَ مِنَ اللهِ أَنْ يَرَی عَبْدَهُ اَوْ أُمَّتَهُ يَزْنِي, يَا أُمَّۃَ مُحَمَّدٍ, لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلًا وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا
Artinya : Hai Umat Muhammad, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu dari pada Allah ketika melihat hamba atau budaknya berzina. Wahai umat Muhammad, seandainya kalian tahu apa yang aku ketahui niscaya sedikit sekali kalian tertawa dan banyak sekali kalian menangis. HR. Bukhari

Terdapat dalam hadis marfu'

اِنَّ اللهَ يَغَارُ وَغَيْرَۃُ اللهِ أَنْ يَأْتِيَ الْمُؤْمِنُ مَا حَرَّمَ اللهُ
Artinya : Sesungguhnya Allah cemburu, dan cemburunya Allah ketika orang mukmin melakukan perkara yang diharamkan-Nya. HR. Bukhari

Terdapat dalam hadis yang menerangkan tentang dayuts - yakni orang yang tidak memiliki ghirah saat melihat keburukan keluarganya dan ghirahnya sama sekali tidak bergejolak- bahwa dia tidak bisa masuk surga

ثَلاثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجَنَّةُ : مُدْمِنُ الْخَمْرِ ، وَالْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ ، وَالدَّيُّوثُ ، وَالدَّيُّوثُ الَّذِي يُقِرُّ الْخَبَثَ فِي أَهْلِهِ 
Artinya : Tiga orang yang sungguh Allah haramkan surga atas mereka ; orang yang melanggengkan minum arak, orang yang durhaka kepada kedua orang tua dan dayuts, yakni orang yang tenang saat tetapnya keburukan dalam keluarganya. HR. Ahmad

Bahkan, sesungguhnya pembelaan terhadap harga diri merupakan jihad yang mengorbanan darah. Sebagaimana disebutkan dalam hadis shahih. Rasulullah Saw. bersabda :

منْ قُتِل دُونَ مالِهِ فهُو شَهيدٌ، وَمَنْ قُتلَ دُونَ أَهْلِهِ اَوْ دُوْنَ دمِهِ اَوْ دُونَ دِيْنِهِ فَهُوَ شَهِيْدٌ
Artinya : Barang siapa yang terbunuh tanpa hartanya maka dia mati syahid, dan barang siapa yang terbunuh tanpa keluarga, atau tanpa harta, atau tanpa agamanya maka dia mati syahid. HR. Abu Daud

Saat ada orang yang meremehkan urusan ghirah karena bodoh atau kesalahan dalam mengetahui faedah dan manfaatnya, maka juga ada orang yang salah dalam merealisasikannya sampai pada tingkat terlalu ekstrim dalam berburuk sangka tanpa alasan dan ingkar kepada mereka dalam setiap perbuatannya.

Nabi Daud berkata kepada anaknya, Sulaiman as., "Hai anakku, jangan terlalu banyak ghirah kepada keluargamu tanpa alasan, karena mereka akan tertuduh dengan keburukan karenamu, meskipun hakekatnya mereka terbebas.”

Maksudnya bahwa ketika seseorang laki-laki terkenal banyak ingkar, berburuk sangka dan selalu mengintai keluarganya secara tidak biasa menurut ahli dzauq yang sehat. Karena orang-orang fasiq dan pelaku lacut pun berkata, "Seandainya dia tidak tahu hal yang dibenci darinya maka dia tidak akan banyak ingkar kepada mereka." 
Telah diterangkan dalam hadis mengenai esensi ghirah, memerintah berlaku layak dalam ghirah dengan cara tertentu yang bisa menjaga harga diri, dan ghirah tidak sampai mengurangi kemuliaan dan menyebarkan fitnah.

Nabi Saw. menjelaskan esensi ghirah, "Termasuk ghirah adalah perkara yang yang disukai Allah dan yang di bencinya. Adapun ghirah yang disukai Allah swt. Itu adalah ghirah dengan sebuah alasan. sedangkan ghirah yang dibenci Allah adalah  ghirah tanpa adanya alasan." HR. Abu Daud dalam kitab jihad bab al khulaya' fil Harb dan Ibnu Majah dalam nikah bab ghirah.

Diterjemahkan dari Adabul Islam fi Nidzamil Usrah (24)
Karangan Abuya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki 

Post a Comment for "Esensi Ghirah Dalam Islam"