Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum dan Kedudukan Hijab Dalam Islam

Bagi wanita muslimah hijab menjadi syiar Islam, pakaian taqwa, pohon keagungan dan kemuliaan, dan menjadi tanda rasa malu dan sifat sopan.
Hijab syar'i bisa menjaga perempuan dari perilaku menyakitkan, menjaga remaja putri dari pandangan serigala berwujud manusia yang gila, yang tidak mempunyai tujuan kecuali memburu wanita mukmin yang lalai. Mereka memandang wanita dengan pandangan menggoda dan mencaci, atau merayu dengan rayuan busuk yang membawa pada aib. Rayuan yang akan menyelimutkan pakaian hina dan menghilangkan kemuliaan.

Hijab syar'i menjadikan saudari  mukminah dalam perilaku sopan dan elegan saat mereka keluar untuk memenuhi sebagian hajat mereka. Sedangkan sufur(membuka hijab) berakibat bahaya, rasa sakitnya tampak, kekhawatirannya sangat besar, kehinaannya sangat banyak dan kejelekannya sudah diketahui. Sufur termasuk taqlid buta kepada orang-orang kafir, dan merealisasikan peringatan Nabi Saw.

لَتَتَّبِعَنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّی لَوْ سَلَكُوْا حُجْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوْهُ
Artinya : Pasti kalian akan mengikuti jejak orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, satu dzira' demi satu dzira' sampai seandainya mereka menuju lubang biawak maka kalian tetap mengikutinya. HR. Bukhari

Sesungguhnya Islam mengharamkan sufur(membuka kepala) dan mewajibkan hijab. Islam datang menghadirkan ajaran yang mudah dan contoh yang unggul. Agama ini datang dengan aturan ilmu dan kedamaian, mengajak pada kebenaran dan membebaskan diri dari perilaku orang-orang jahiliyah, dari ikatan hawa nafsu dan taqlid buta. Berangkat dengan contoh positif yang unggul dan mewujudkan sosial baik yang berfaedah dan didasari taqwa kepada Allah Swt.

Dalam membangun perkumpulan ini dan membangunkan umat yang suci yang terjaga dan mulia, dalam beberapa ayat Alquran Allah Swt. mewajibkan hijab pada tahun ke lima. Ayat-ayat ini menjadi dalil sharih wajibnya hijab dan larangan laki-laki melihat wanita lain, dan sebaliknya, larangan wanita melihat laki-laki. Allah swt. berfirman :

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya : Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab : 59)

Dan

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.(QS. An-Nur:31)

Dengan ayat-ayat yang mulia ini Allah Swt. menerangkan perbedaan besar antara wanita muslimah dan wanita jahiliyah, dan keluarnya para wanita mengikuti para laki-laki dalam sebagian peran sebelum tahun ke lima. Ada yang mengatakan bahwa pernyataan ini telah di naskh(dihapus) dengan ayat setelahnya. Allah Swt. berfirman :

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
Artinya : Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu (QS. Al-Ahzab:31)

Sebagian pendapat tidak menetapkan adanya naskh yang sharih. Karena diperbolehkannya perempuan keluar untuk jihad masih adanya perdebatan dan pembahasan. Meski wanita diperbolehkan keluar-dengan syarat menjaga etika yang sempurna dan memenuhi beberapa syarat yang dituntut syariat ketika wanita keluar- akan tetapi terdapat hadis yang menerangkan bahwa yang lebih utama adalah tidak keluar.

Sayidah Aisyah ra. berkata, "Aku meminta izin kepada Nabi Saw. untuk berjihad." Beliau bersabda, "Jihad kalian(para wanita) adalah haji." HR. Bukhari

Dari Aisyah ra., dari Nabi Saw. Beliau pernah ditanya seorang perempuan mengenai jihad, lalu beliau bersabda :

نِعْمَ الْجِهَادُ الْحَجُّ
Artinya : Sebaik-baik jihad adalah haji. HR. Bukhari

Dari Siti Aisyah ra., bahwa ia berkata : Aku pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita juga berperang dan berjihad bersama kalian." Beliau menjawab, "Akan tetapi jihad paling baik dan bagus adalah haji mabrur."

Kemudian Sayidah Aisyah ra. berkata, "Maka aku tidak pernah meninggalkan haji setelah aku mendengar hadis ini dari Rasulullah Saw." HR. Bukhari

Dalam kitab Fathul Bari(juz 4 hal. 91) Ibnu Hajar al-Qalani berkata, jihad tidak wajib bagi kalian(perempuan) sebagaimana bagi laki-laki, hanya saja hadis ini tidak mengharamkan kalian berjihad. Terdapat riwayat dalam hadis Ummi 'Athiyyah bahwa mereka keluar berjihad, mengobati para mujahidin yang terluka.

Siti Aisyah dan sahabat yang sepakat dengannya memahami dari anjuran haji terdapat intisari diperbolehkannya mengulang-ulang haji bagi perempuan sebagaimana diperbolehkan mengulang-ulang jihad bagi laki-laki.

Dalam kewajiban hijab bagi perempuan terdapat dampak positif bagi komunitas Islam di beberapa daerah, baik perkumpulan tersebut berhubungan dengan ibadah maupun muamalah atau berhubungan dengan pekerjaan pada umumnya.

Orang-orang Islam yang berpegang teguh terhadap agama mengetahui dari ayat ini bahwa, hijab diwajibkan bagi wanita para mukmin dengan kewajiban yang kuat. Hijab memberi pesan kepada setiap orang agar menutup tubuhnya dengan sempurna. Umar bin Khatab ra. berkata, "Apa yang mencegah perempuan muslimah ketika mereka mempunyai kebutuhan untuk keluar mengunakan sobekan kainnya atau kain budaknya, dengan sembunyi-sembunyi sehingga  sama sekali tidak diketahui satu pun orang, sampai dia kembali ke rumahnya?"

Ummu Salamah ra., istri Nabi Saw. berkata,

 "Ketika turun ayat يدنين عليهن من جلابيبهن   maka istri sahabat Anshar keluar, seakan di atas kepalanya ada gagak(karena tenangnya) pada diri mereka ada pakaian hitam yang mereka pakai-seperti baju kurung pada zaman kita-. Mereka telah merealisasikan perintah hijab. Begitulah tingkah laku orang mukmin, mereka tidak menunda-nunda untuk melakukan perintah Allah melainkan segera melakukan karena mencari ridha dan keberuntungan di sisi-Nya."

Ibnu jarir al-Thabari berkata dalam kitab tafsirnya, dari Abdullah bin Abbas ra. bahwa ia berkata, "Allah memerintahkan perempuan mukmin ketika keluar rumah untuk memenuhi hajatnya agar menutup wajahnya dari atas dengan mengunakan jilbab."

Imam Bukhari meriwayatkan dari Aisyah ra. Ia berkata, "Mudah-mudahan Allah mengasihi wanita-wanita yang hijrah pertama kali, ketika Allah menurunkan ayat, وليضربن بخمرهن علی جيوبهن maka mereka meninggalkan kepala botak mereka dan mulai menggunakan kerudung.
Dengan ini Islam mengangkat selera komunitas Islam. Islam membersihkannya dengan  dengan keindahan, sehingga tabiat hewan tidak kembali pada keindahan akan tetapi pada tabiat manusia yang bersih. Karena keindahan membuka aurat adalah keindahan hewani. Manusia bergegas membuka aurat sebab selera hewaninya. Adapun keindahan sopan santun maka itu adalah keindahan yang bersih yang dianggap baik oleh selera tinggi seorang mukmin. Keindahan ini suci dalam rasa dan khayalan.

Terdapat sebuah dari diriwayatkan dari Mi'qal bin Yasar.

لَأَنْ يُطْعَنَ فِی رَأْسِ اَحَدِكُمْ بِمَخِيْطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ اَنْ يَمُسَّ اِمْرَأَ ۃً لَا تَحِلُّ لَهُ
Artinya : Ditancapkannya sebuah jarum dari besi pada kepala salah satu kalian semua itu lebih baik dari pada menyentuh perempuan yang tidak halal baginya. HR. Al-Thabrani

Al-Haitsami berkata, "Perawi hadis ini adalah perawi yang shahih."

Terdapat dalam hadis lain, "Berdesak-desakannya laki-laki dengan babi yang belepotan dengan tanah atau lumpur itu lebih baik dari pada pupunya berdesakan dengan pupu perempuan yang  tidak halal baginya."

Dengarkanlah khutbah seorang sahabat agung, Asma' binti Zaid bin Sakan al-Anshari. Tergambar padanya tingkah laku perempuan muslimah pada masa islami, dia memiliki sifat iffah(menjaga agama), menjaga diri, jauh dari tempat prasangka buruk, syubhat dan perkumpulan.

Perempuan ini berkata kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah utusan segerombolan perempuan muslimah yang ada dibelakangku. Mereka semua berucap sebagaimana ucapanku dan berpandangan sesuai dengan pandanganku. Sesungguhnya Allah Swt. mengutusmu pada laki-laki dan perempuan. Lalu kami beriman dan mengikutimu. Kami-para wanita- adalah perempuan yang tertutup, yang menjadi tiang rumah-rumah, tempat syahwat para lelaki dan mengandung anak-anak mereka. Sedangkan para lelaki mendapat keutamaan dengan shalat Jumat, datang pada janazah dan mengikuti jihad. Ketika mereka keluar untuk jihad, maka kami menjaga harta dan mendidik anak-anak mereka. Apakah kami juga mendapat pahala sebagaimana mereka, wahai Rasulullah?" Lalu wajah Rasulullah Saw. menoleh kepada para sahabat, "Apakah kalian mendengar pertanyaan perempuan mengenai agamanya yang lebih baik dari pada perempuan ini? Sahabat menjawab, "Iya. Demi Allah, wahai Rasulullah." Rasulullah Saw. bersabda, "Kembalilah wahai Asma', beritahu para perempuan yang ada di belakangmu. Sesungguhnya bersolek dengan baik kepada suaminya, mencari ridha dan menuruti keinginannya itu membandingi semua bagian laki-laki yang kamu sebutkan." Kemudian Asma' ra. kembali. Dia bertahlil dan bertakbir karena bahagia mendengar sabda Rasulullah Saw. Hadis ini diceritakan oleh Ibnu Abdul Bar dalam kitab Al-Isti'ab.

Rasulullah Saw. telah menentukan hari tertentu untuk mengajar para perempuan, di suatu tempat yang mulya, dengan hati yang bersih dan tujuan yang baik( memberi ilmu dan petunjuk). Maka, apakah masih ada alasan bagi para pengajak keburukan dan pengajak ikhtilat. Mereka menjadi pintu fitnah dan tempat awal munculnya bencana dalam perkumpulan. Di antara rekayasa jelek mereka adalah ucapan, "Aku mengajak mereka ikhtilat di antara anak kecil di beberapa madrasah ibtidaiyah" dengan pengakuan bahwa mereka masih kecil, tidak faham sesuatu. Dengan cara ini, mereka hanya akan membuka jalan terbangunnya generasi yang hatinya mati, tidak mempunyai sifat perkasa dan tidak ada ghirah dalam dirinya. Mereka akan menjadi Generasi yang tumbuh dalam ikhtilat, yang kedua matanya terbuka melihat teman perempuannya, sehingga hatinya terisi sifat-sifat babi dan tabiat hewan lainnya.

Diceritakan dari Aisyah ra. Ia berkata, "Utbah bin Abu Waqqas menjanjikan saudaranya, Sa'ad bin Abu Waqqas, “Sesungguhnya anak laki-lakinya putri Zam’ah itu dariku, maka ambilah dia kepadamu.” Kemudian pada tahun ditaklukannya Mekkah, maka Sa’ad bin Abi Waqqas mengambilnya, dia berkata, “Anak ini adalah anak saudaraku yang telah dipasrahkan kepadaku.” Lalu Abdullah bin Zam’ah berdiri, dia berkata, “Dia adalah saudaraku dan anak dari saudara perempuanku. Dia dilahirkan diranjang ayahku.”
Mereka berebut, dan melaporkannya kepada Rasulullah Saw. Sa’ad berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saudaraku telah memasrahkan anak ini kepadaku.” Abdullah bin Zam’ah juga berkata, “Dia adalah saudaraku, anak dari saudara perempuanku, dia dilahirkan di ranjang ayah. “ Nabi Saw. bersadda :

الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَ لِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ
Artinya : Status anak karena tunggal ranjang, sedangkan laki-laki yang menzinai akan dirajam dengan batu.

Kemudian beliau berkata kepada Saudah binti Zam’ah :

اِحْتَجِبِيْ مِنْهُ
Artinya : Buatlah hijab darinya.

Beliau menyuruh membuat hijab karena beliau melihat ada keserupaan antara anak tersebut dengan Utbah bin Abi waqqas.
Maka anak tersebut tidak melihat Saudah sampai dia menemui Allah Swt.

Hadis di atas sharih menerangkan hukum hijab. Hadis ini shahih diriwayatkan Imam Malik dalam kitab Al-Muwatta’.

Diterjemahkan dari Adabul Islam fi Nidzamil Usrah (19)
Karangan Abuya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki

Post a Comment for "Hukum dan Kedudukan Hijab Dalam Islam "