Ibu Rumah Tangga Adalah Pekerjaan Mulia - Hadis Nabi
Sudah seharusnya seorang istri giat bekerja supaya tubuhnya tetap sehat dan kuat. Karena pekerjaan bisa menghilangkan sakit dan penyakit. Sudah seharusnya istri menyapu, mencuci, memasak dan berusaha mengatur rumah. Seorang Istri adalah tuan dan pemilik rumah tersebut. Dengan giat melakukan tugasnya dia bisa menjadi contoh bagi putri-putrinya. Dengan mencontoh ibu yang rajin, anak akan tercetak dengan cita-cita yang tinggi dan pendirian yang teguh.
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum khidmah(melakukan pekerjaan) di rumah. Kebanyakan mereka berkata, "Sesungguhnya melakukan pekerjaan rumah adalah sunah." Sebagian lebih condong bahwa hukumnya wajib, karena sebagai bentuk diyanah(melakukan perintah agama) antara dia dan Allah, bukan qadha'(keputusan), maka qadhi tidak berhak memaksa istri melakukan pekerjaan rumah.
Kewajiban diyanah ini apabila istri bisa mengurus diri dan mampu melakukan khidmah. Dalam berkhidmah, Dia akan selalu mendapat pahala ketika niatnya baik.
Tertulis dalam perjalanan hidup istri para sahabat ra. dan ulama salaf shalih suatu sampel yang patut di contoh, yakni usaha, perhatian dan kesungguhan mereka terhadap urusan rumah dan semua yang berhubungan dengannya.
Sayidah Asma binti Abu Bakar al-Siddiq ra. menceritakan kesehariannya di rumah bersama suaminya. Ia berkata, "Zubair menikahiku saat dia tidak memiliki harta atau sesuatu di bumi ini, kecuali kuda dan unta yang dibuat menyiram. Maka aku memberi makan kuda dan merawatnya, menghaluskan biji untuk makan unta, menyiraminya dengan air, menambal timbanya, dan membuat adonan. Aku memindahkan biji dengan menyunggihnya dari jarak sepertiga farsakh(jarak jalan sekitar satu jam), sampai akhirnya ayahku(Abu Bakar) mengirimiku pelayan yang bisa merawat kuda tersebut. Seakan ia telah memerdekakanku ...." HR. Bukhari-Muslim
Beginilah kehidupan Asma binti Abu Bakar al-Siddhiq dzati al-nithaqain(mempunyai dua ikat pinggang). Kakeknya adalah seorang sahabat, yakni Abu Quhafah, ayahnya adalah sahabat yang paling utama, saudaranya adalah Aisyah(Ummul mu'minin), suaminya adalah Zubair, dan anaknya adalah Abdullah bin Zubair, kesemuanya pembesar dan pimpinan sahabat. Kendati demikian, dia tidak menolak untuk melayani suaminya.
Sayidah Fatimah az-Zahra' binti Rasulullah Saw. juga menceritakan pekerjaannya di rumah bersama suaminya. Bagaimana dia menanggung urusan rumah dan melayani suami. Apa yang membuatnya mau bersusah payah, merusak badan dan melukai tangannya?
Dari rumah ayahnya dalam keadaan senang dan tenang, tidak prihatin dengan kehidupan rumah tangga, terbebas dari tuntutan, dia berpindah ke rumah suaminya dalam keadaan penuh tanggung jawab atas rumah tangga dan sungguh-sungguh merawatnya. Dia terikat dengan beban baru, menghadapi kepentingan baru yang tidak terjanjikan sebelumnya.
Namun, Fatimah adalah wanita yang cerdas dan bijaksana. Dia darah daging Nabi Saw. Putri manusia terbaik ini layaknya mutiara risalah, sumber kebaikan dan kedermawanan, dan contoh dalam bertahan dan bersabar. Fatimah menjalankan tanggung jawabnya dengan sangat baik, memberi keputusan dengan sangat bijak, dan memenuhi tuntutan dengan sempurna. Kesabaran itu memberi bekas pada dirinya, merusak badannya dan membahayakannya, sampai Sayidina Ali ikut bersusah atas kondisi yang dialami putri Rasulullah itu dan merasakan apa yang dirasakannya.
Begitulah laki-laki yang sempurna keshalihannya. Menemani istri dalam keadaan duka dan suka, sehat dan sakit, dan sangat prihatin dengan kondisi belahan jiwanya. Sayidina Ali berkata, "Sungguh punggungku pecah melihat keadaanmu, dan hati terpotong-potong menyaksikan kepayahan, rasa susah dan sakit yang kamu alami. Tolong pergilah kepada ayahmu, Rasulullah Saw., mintalah pelayan darinya. Pelayan itu bisa melayani dan menanggung sebagian kebutuhan rumah kita."
Lalu Sayidah Fatimah pergi kepada Rasulullah, mentaati suami yang telah bersimpati kepadanya.
Ketika masuk rumah Rasulullah Saw., ia terhentikan oleh haibah kenabian beliau yang berselimut dalam diri seorang ayah. Dengan sendirinya ia malu untuk meminta pelayan dari beliau. Nabi Saw. bertanya, "Apa yang membuatmu datang kemari, hai putriku?"
Ia menjawab, "Aku datang agar bisa mengucapkan salam kepada engkau."
Sayidah Fatimah pulang dan mengabarkan kejadian tersebut kepada suaminya, Ali. Akan tetapi keadaan yang dilihat dan diketahui Ali tidak membuatnya puas dengan kesimpulan tersebut. Ali memberanikan diri, berusaha menata keinginan dan niatnya. Maka dia melibatkan dirinya dalam masalah Fatimah. Dia pergi bersama istri tercintanya untuk ke dua kalinya, mendatangi Rasulullah Saw. Putra Abu Thalib itu memberanikan diri berbicara dan menceritakan kondisi keluarganya. Dia juga menjelaskan secara khusus apa yang dialami oleh putri beliau, Sayidah Fatimah.
Nabi Saw. yang menyamaratakan semua manusia dalam keadilan dan pembagian, yang dijadikan Allah Swt. sebagai ayah bagi seluruh orang yang beriman dan sebagai makhluk yang paling utama, bersabda, "Tidak, demi Allah, aku tidak akan memberi pelayan kalian berdua. Aku telah meninggalkan ahli suffah dalam keadaan bengkok perutnya. Aku tidak menemukan sesuatu yang bisa aku berikan kepada mereka. Aku hanya bisa menjual dan memberikan harga tawanan perang kepada mereka.”
Mereka berdua kembali dalam kondisi hati bercampur aduk, pecah dan semakin susah. Rasulullah menyadarinya. Beliau berdiri mengikuti, sampai masuk menemui mereka. Beliau menemukan mereka berdua terlentang di tikar. Terasa mereka berusaha membunuh rasa susah dan menghibur diri dengan tidur. Rasulullah Saw. menemukan mereka telah masuk dalam suatu selimut. Ketika mereka menutup kepala maka tampak telapak kaki, sebaliknya ketika menutup telapak kaki maka tampak kepalanya. Mereka seakan saling bertengkar untuk mempersilahkan Rasulullah masuk.
Rasulullah Saw. bersabda : “Tetaplah pada posisi kalian, apakah kalian mau saya beritahu perkara yang lebih baik dari pada yang kalian minta?”
Mereka menjawab, "Iya."
Beliau bersabda, "Yaitu kalimat yang telah diajarkan oleh malaikat Jibril, setiap selesai shalat bacalah tasbih, tahmid dan takbir sepuluh kali. Ketika kalian bersiap di tempat tidur, maka bacalah tasbih dan tahmid tiga puluh tiga kali dan takbir tiga puluh empat kali."
Ali ra. berkata, "Demi Allah, aku tidak pernah meninggalkan kalimat ini semenjak Rasulullah Saw. mengajarkannya kepadaku."
Beginilah kondisi Fatimah az-Zahra ra., puteri pemimpin orang yang bertaqwa, Rasulullah Saw. Mengenai Fatimah beliau Saw. bersabda :
Rasulullah juga pernah berkata kepada Fatimah, "Apakah kamu ridha jika kamu menjadi tuan wanita alam semesta." Maka sudah sepatutnya seorang perempuan muslimah mencontoh tingkah laku siti Fatimah yang wangi dan pekertinya yang bersih.
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum khidmah(melakukan pekerjaan) di rumah. Kebanyakan mereka berkata, "Sesungguhnya melakukan pekerjaan rumah adalah sunah." Sebagian lebih condong bahwa hukumnya wajib, karena sebagai bentuk diyanah(melakukan perintah agama) antara dia dan Allah, bukan qadha'(keputusan), maka qadhi tidak berhak memaksa istri melakukan pekerjaan rumah.
Kewajiban diyanah ini apabila istri bisa mengurus diri dan mampu melakukan khidmah. Dalam berkhidmah, Dia akan selalu mendapat pahala ketika niatnya baik.
Tertulis dalam perjalanan hidup istri para sahabat ra. dan ulama salaf shalih suatu sampel yang patut di contoh, yakni usaha, perhatian dan kesungguhan mereka terhadap urusan rumah dan semua yang berhubungan dengannya.
Sayidah Asma binti Abu Bakar al-Siddiq ra. menceritakan kesehariannya di rumah bersama suaminya. Ia berkata, "Zubair menikahiku saat dia tidak memiliki harta atau sesuatu di bumi ini, kecuali kuda dan unta yang dibuat menyiram. Maka aku memberi makan kuda dan merawatnya, menghaluskan biji untuk makan unta, menyiraminya dengan air, menambal timbanya, dan membuat adonan. Aku memindahkan biji dengan menyunggihnya dari jarak sepertiga farsakh(jarak jalan sekitar satu jam), sampai akhirnya ayahku(Abu Bakar) mengirimiku pelayan yang bisa merawat kuda tersebut. Seakan ia telah memerdekakanku ...." HR. Bukhari-Muslim
Beginilah kehidupan Asma binti Abu Bakar al-Siddhiq dzati al-nithaqain(mempunyai dua ikat pinggang). Kakeknya adalah seorang sahabat, yakni Abu Quhafah, ayahnya adalah sahabat yang paling utama, saudaranya adalah Aisyah(Ummul mu'minin), suaminya adalah Zubair, dan anaknya adalah Abdullah bin Zubair, kesemuanya pembesar dan pimpinan sahabat. Kendati demikian, dia tidak menolak untuk melayani suaminya.
Sayidah Fatimah az-Zahra' binti Rasulullah Saw. juga menceritakan pekerjaannya di rumah bersama suaminya. Bagaimana dia menanggung urusan rumah dan melayani suami. Apa yang membuatnya mau bersusah payah, merusak badan dan melukai tangannya?
Dari rumah ayahnya dalam keadaan senang dan tenang, tidak prihatin dengan kehidupan rumah tangga, terbebas dari tuntutan, dia berpindah ke rumah suaminya dalam keadaan penuh tanggung jawab atas rumah tangga dan sungguh-sungguh merawatnya. Dia terikat dengan beban baru, menghadapi kepentingan baru yang tidak terjanjikan sebelumnya.
Namun, Fatimah adalah wanita yang cerdas dan bijaksana. Dia darah daging Nabi Saw. Putri manusia terbaik ini layaknya mutiara risalah, sumber kebaikan dan kedermawanan, dan contoh dalam bertahan dan bersabar. Fatimah menjalankan tanggung jawabnya dengan sangat baik, memberi keputusan dengan sangat bijak, dan memenuhi tuntutan dengan sempurna. Kesabaran itu memberi bekas pada dirinya, merusak badannya dan membahayakannya, sampai Sayidina Ali ikut bersusah atas kondisi yang dialami putri Rasulullah itu dan merasakan apa yang dirasakannya.
Begitulah laki-laki yang sempurna keshalihannya. Menemani istri dalam keadaan duka dan suka, sehat dan sakit, dan sangat prihatin dengan kondisi belahan jiwanya. Sayidina Ali berkata, "Sungguh punggungku pecah melihat keadaanmu, dan hati terpotong-potong menyaksikan kepayahan, rasa susah dan sakit yang kamu alami. Tolong pergilah kepada ayahmu, Rasulullah Saw., mintalah pelayan darinya. Pelayan itu bisa melayani dan menanggung sebagian kebutuhan rumah kita."
Lalu Sayidah Fatimah pergi kepada Rasulullah, mentaati suami yang telah bersimpati kepadanya.
Ketika masuk rumah Rasulullah Saw., ia terhentikan oleh haibah kenabian beliau yang berselimut dalam diri seorang ayah. Dengan sendirinya ia malu untuk meminta pelayan dari beliau. Nabi Saw. bertanya, "Apa yang membuatmu datang kemari, hai putriku?"
Ia menjawab, "Aku datang agar bisa mengucapkan salam kepada engkau."
Sayidah Fatimah pulang dan mengabarkan kejadian tersebut kepada suaminya, Ali. Akan tetapi keadaan yang dilihat dan diketahui Ali tidak membuatnya puas dengan kesimpulan tersebut. Ali memberanikan diri, berusaha menata keinginan dan niatnya. Maka dia melibatkan dirinya dalam masalah Fatimah. Dia pergi bersama istri tercintanya untuk ke dua kalinya, mendatangi Rasulullah Saw. Putra Abu Thalib itu memberanikan diri berbicara dan menceritakan kondisi keluarganya. Dia juga menjelaskan secara khusus apa yang dialami oleh putri beliau, Sayidah Fatimah.
Nabi Saw. yang menyamaratakan semua manusia dalam keadilan dan pembagian, yang dijadikan Allah Swt. sebagai ayah bagi seluruh orang yang beriman dan sebagai makhluk yang paling utama, bersabda, "Tidak, demi Allah, aku tidak akan memberi pelayan kalian berdua. Aku telah meninggalkan ahli suffah dalam keadaan bengkok perutnya. Aku tidak menemukan sesuatu yang bisa aku berikan kepada mereka. Aku hanya bisa menjual dan memberikan harga tawanan perang kepada mereka.”
Mereka berdua kembali dalam kondisi hati bercampur aduk, pecah dan semakin susah. Rasulullah menyadarinya. Beliau berdiri mengikuti, sampai masuk menemui mereka. Beliau menemukan mereka berdua terlentang di tikar. Terasa mereka berusaha membunuh rasa susah dan menghibur diri dengan tidur. Rasulullah Saw. menemukan mereka telah masuk dalam suatu selimut. Ketika mereka menutup kepala maka tampak telapak kaki, sebaliknya ketika menutup telapak kaki maka tampak kepalanya. Mereka seakan saling bertengkar untuk mempersilahkan Rasulullah masuk.
Rasulullah Saw. bersabda : “Tetaplah pada posisi kalian, apakah kalian mau saya beritahu perkara yang lebih baik dari pada yang kalian minta?”
Mereka menjawab, "Iya."
Beliau bersabda, "Yaitu kalimat yang telah diajarkan oleh malaikat Jibril, setiap selesai shalat bacalah tasbih, tahmid dan takbir sepuluh kali. Ketika kalian bersiap di tempat tidur, maka bacalah tasbih dan tahmid tiga puluh tiga kali dan takbir tiga puluh empat kali."
Ali ra. berkata, "Demi Allah, aku tidak pernah meninggalkan kalimat ini semenjak Rasulullah Saw. mengajarkannya kepadaku."
Beginilah kondisi Fatimah az-Zahra ra., puteri pemimpin orang yang bertaqwa, Rasulullah Saw. Mengenai Fatimah beliau Saw. bersabda :
فَاطِمَةُ بِضْعَةٌ مِنِّيْ يُؤْذِيْنِيْ مَا يُؤْذِيْهَا وَيُرِيْبُنِيْ مَا يُرِيْبُهَا
Artinya : Fatimah adalah darah dagingku. Apa yang membuatnya sakit juga membuatku sakit, dan apa yang membuatnya cemas juga membuatku cemas. HR. Bukhari-MuslimRasulullah juga pernah berkata kepada Fatimah, "Apakah kamu ridha jika kamu menjadi tuan wanita alam semesta." Maka sudah sepatutnya seorang perempuan muslimah mencontoh tingkah laku siti Fatimah yang wangi dan pekertinya yang bersih.
Diterjemahkan dari Adabul Islam fi Nidzamil Usrah (13)
Karangan Abuya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki
Post a Comment for "Ibu Rumah Tangga Adalah Pekerjaan Mulia - Hadis Nabi"
Silahkan berikan komentar dengan baik dan sopan