Pahala Besar untuk Istri yang Taat Suami
Perempuan tidak boleh taat suami pada perkara maksiat, karena tidak ada taat kepada makhluk untuk bermaksiat kepada sang Khaliq. Taat hanyalah dalam kebaikan. Dari Abu Hurairah, Nabi Saw. bersabda :
Sesungguhnya seorang perempuan berkata, "Wahai Rasulullah, saya perwakilan para perempuan kepadamu." Kemudian dia menyebutkan pahala dan ghanimah yang diperoleh suaminya saat jihad. Perempuan itu berkata, "Lantas apa yang kami dapat dari jihad?"
Nabi Saw. bersabda, "Sampaikan kepada wanita yang kamu jumpai, bahwa taat kepada suami dan mengakui haknya itu membandingi jihad. Akan tetapi, sedikit sekali dari kalian melakukannya." HR. Bazar dan Thabrani
Dari Ibnu Abi Aufa ra. berkata, "Ketika Mu'adz bin Jabal ra. datang ke Syam, dan dia melihat penduduknya bersujud pada pemimpin Romawi dan Katolik, dia ingin melakukan hal yang sama kepada Rasulullah Saw, akan tetapi beliau mencegahnya. Beliau bersabda :
Perintah taat ini selalu disertai efek positif yang ditimbulkan oleh ketaatan istri kepada suaminya, di antaranya : bertambahnya rasa cinta, diangkatnya derajat, dan nyatanya kebahagiaan dan ketenangan. Termasuk dampaknya adalah anak-anaknya mengikuti akhlak ibu, mereka tumbuh dengan kebiasaan taat kepada orang tua dan menerima nasehat-nasehatnya. Bahkan, saat suami melihat istri yang patuh, dengan sendirinya dia akan menuruti istri dan mewujudkan keinginan-keinginannya, selama sesuai syariat.
Ini termasuk faedah agung dan pekerjaan istri yang harus ada pada pribadi perempuan. Dengan demikian, dia bisa melihat kehidupan yang bahagia nan nyaman yang tidak tersentuh kesulitan dan kesusahan. Tentu saja disertai pahala dan anugerah Allah sebagaimana diterangkan dalam beberapa hadis.
Banyak sekali kami melihat problematika yang timbul sebab pertentangan dan kedurhakaan. Sesungguhnya perempuan yang ingin menjaga keutuhan rumah tangganya itu tidak boleh menentang pendapat laki-laki dalam masalah kecil maupun besar, meskipun yakin bahwa dialah yang benar. Dia tidak boleh menentang suami selama pendapatnya tidak melanggar syariat. Seorang suami dalam point ini wajib dituruti, saya akan menerangkan-insyaallah- ketika menuturkan etika kepemimpinan laki-laki.
Pasrahnya seorang perempuan terhadap pendapat laki-laki dalam urusan umum selama tidak mengandung unsur dosa itu lebih baik dan utama. Banyak sekali pertentangan dan goncangan dalam kehidupan keluarga yang timbul sebab perbedaan pandangan. Bahkan, terkadang bisa memudarkan tali akad pernikahan, wal iyadzu billah. Putusnya hubungan pernikahan merupakan kejahatan bagi dirinya, suami dan anak-anaknya. Perpisahan adalah perkara yang dibenci dalam syariat. Sesungguhnya talak adalah perkara halal yang sangat dibenci oleh Allah Swt.
Sesungguhnya perempuan yang cerdas terkadang dimintai jawaban oleh suaminya mengenai hal yang disenanginya ketika terdapat pertentangan. Perempuan itu pun berlaku lembut dan halus.
Ketaatan istri tampak pada kebanyakan urusan dan kondisi yang dialami suami istri, terlebih ketika suami meminta berhubungan intim. Diceritakan dari Abu Hurairah ra. Ia berkata, "Rasulullah Saw. bersabda :
Hadis di atas menjadi dalil bahwa kemarahan suami bisa menyebabkan kemarahan Allah dan ridha suami dapat menyebabkan ridha-Nya.
Ibnu Hiban dan Ibnu Huzaimah meriwayatkan, "Tiga orang yang shalatnya tidak diterima dan kebaikannya tidak bisa naik ke langit ; Budak yang melarikan diri ... -diantaranya-Istri yang membuat marah suaminya, sampai suaminya ridha."
Tempat tidur dalam hadis di atas adalah kinayah dari jima' atau bersetubuh. Laknat terjadi bila tidak ada udzur yang sesuai syariat. Sebab istri mendapat laknat karena dia diperintah suami bukan pada perkara maksiat.
Ada yang mengatakan, haid bukan termasuk udzur yang bisa menolak ajakan suami. Kendati istri dalam keadaan haid, suami masih bisa bersenang-senang dengan anggota tubuh istri yang di atas sarung menurut mayoritas ulama, dan dengan selain farji menurut golongan ulama.
Laknat dan murka berlangsung sampai pagi apabila ajakannya pada malam hari. Apabila ajakannya pada siang hari maka laknat dan murka berlangsung sampai sore. Wal'iyadzu Billah
Disebutkan dalam hadis Ibnu Abi Aufa :
Taat suami mencakup dalam hal berpuasa sunah. Mayoritas ahli fiqih berpendapat, "Haram bagi istri berpuasa sunah kecuali dengan izin suami. Apabila dia berpuasa tanpa izin suami, padahal suaminya hadir-tidak musafir- maka bagiannya dari puasa tersebut hanyalah lapar dan haus. Dia hanya mendapat dosa dan puasanya ditolak. Di samping itu, suami mempunyai hak menyuruh istri membatalkan puasa bila sebelumnya tidak meminta izin.
Bahkan, salah satu golongan ulama fiqih berpendapat, bahwa puasa sunah seorang istri tanpa izin suami tidak sah sama sekali. Namun yang lebih shahih, puasanya sah akan tetapi mendapat dosa. Adapun puasa fardhu seperti Ramadhan maka tidak perlu mendapatkan izin.
Dan disebutkan dalam hadis yang menceritakan perempuan dari kabilah Khas'am yang bertanya kepada Nabi Saw. mengenai hak laki-laki. Nabi menjawabnya secara global. Beliau bersabda, "Di antara hak suami adalah istri tidak berpuasa sunah kecuali dengan izinnya. Apabila dia berpuasa tanpa izin maka dia hanya merasa lapar dan haus namun puasanya tidak diterima. HR. Al-Baihaqi
Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi Saw. Beliau bersabda :
Terdapat hadis marfu', dari Ibnu Abbas ra., "Di antara hak suami atas istrinya adalah istri tidak boleh berpuasa kecuali dengan izin suami. Apabila dia melakukannya maka puasanya tidak di terima." HR. Al-Thabrani
Sebab larangan dan keharaman puasa sunah ini adalah suami memiliki hak istimta'(bersenang-senang) dengan istri setiap saat. Hak suami harus dilakukan seketika dan tidak bisa dihapuskan oleh sesuatu yang bersifat sunah.
اِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَۃُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا دَخَلَتْ جَنَّةَ رَبِّهَا
Artinya : Ketika perempuan shalat lima waktu, puasa pada bulannya, menjaga farjinya, dan taat suaminya maka dia masuk surga. HR. Ibnu HibanSesungguhnya seorang perempuan berkata, "Wahai Rasulullah, saya perwakilan para perempuan kepadamu." Kemudian dia menyebutkan pahala dan ghanimah yang diperoleh suaminya saat jihad. Perempuan itu berkata, "Lantas apa yang kami dapat dari jihad?"
Nabi Saw. bersabda, "Sampaikan kepada wanita yang kamu jumpai, bahwa taat kepada suami dan mengakui haknya itu membandingi jihad. Akan tetapi, sedikit sekali dari kalian melakukannya." HR. Bazar dan Thabrani
Dari Ibnu Abi Aufa ra. berkata, "Ketika Mu'adz bin Jabal ra. datang ke Syam, dan dia melihat penduduknya bersujud pada pemimpin Romawi dan Katolik, dia ingin melakukan hal yang sama kepada Rasulullah Saw, akan tetapi beliau mencegahnya. Beliau bersabda :
لَاتَفْعَلْ فَإِنِّيْ لَوْ أَمَرْتُ شَيْئًا اَنْ يَسْجُدَ لِشَيْئٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَۃَ اَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَا تُؤَدِّي الْمَرْأَۃُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّی تُؤَدِّي حَقَّ زَوْجِهَا
Artinya ; Janganlah kamu melakukannya, karena seandainya aku boleh memerintah sesuatu sujud pada yang lainnya maka aku akan memerintah istri sujud kepada suaminya. Demi Dzat yang nyawaku ada di genggaman-Nya, istri tidak akan bisa memenuhi hak Allah sebelum dia memenuhi hak suaminya. HR. Ibnu Hiban Perintah taat ini selalu disertai efek positif yang ditimbulkan oleh ketaatan istri kepada suaminya, di antaranya : bertambahnya rasa cinta, diangkatnya derajat, dan nyatanya kebahagiaan dan ketenangan. Termasuk dampaknya adalah anak-anaknya mengikuti akhlak ibu, mereka tumbuh dengan kebiasaan taat kepada orang tua dan menerima nasehat-nasehatnya. Bahkan, saat suami melihat istri yang patuh, dengan sendirinya dia akan menuruti istri dan mewujudkan keinginan-keinginannya, selama sesuai syariat.
Ini termasuk faedah agung dan pekerjaan istri yang harus ada pada pribadi perempuan. Dengan demikian, dia bisa melihat kehidupan yang bahagia nan nyaman yang tidak tersentuh kesulitan dan kesusahan. Tentu saja disertai pahala dan anugerah Allah sebagaimana diterangkan dalam beberapa hadis.
Banyak sekali kami melihat problematika yang timbul sebab pertentangan dan kedurhakaan. Sesungguhnya perempuan yang ingin menjaga keutuhan rumah tangganya itu tidak boleh menentang pendapat laki-laki dalam masalah kecil maupun besar, meskipun yakin bahwa dialah yang benar. Dia tidak boleh menentang suami selama pendapatnya tidak melanggar syariat. Seorang suami dalam point ini wajib dituruti, saya akan menerangkan-insyaallah- ketika menuturkan etika kepemimpinan laki-laki.
Pasrahnya seorang perempuan terhadap pendapat laki-laki dalam urusan umum selama tidak mengandung unsur dosa itu lebih baik dan utama. Banyak sekali pertentangan dan goncangan dalam kehidupan keluarga yang timbul sebab perbedaan pandangan. Bahkan, terkadang bisa memudarkan tali akad pernikahan, wal iyadzu billah. Putusnya hubungan pernikahan merupakan kejahatan bagi dirinya, suami dan anak-anaknya. Perpisahan adalah perkara yang dibenci dalam syariat. Sesungguhnya talak adalah perkara halal yang sangat dibenci oleh Allah Swt.
Sesungguhnya perempuan yang cerdas terkadang dimintai jawaban oleh suaminya mengenai hal yang disenanginya ketika terdapat pertentangan. Perempuan itu pun berlaku lembut dan halus.
Ketaatan istri tampak pada kebanyakan urusan dan kondisi yang dialami suami istri, terlebih ketika suami meminta berhubungan intim. Diceritakan dari Abu Hurairah ra. Ia berkata, "Rasulullah Saw. bersabda :
اِذَا دَعَا الرَّجُلُ اِمْرَأَتَهُ اِلَی فِرَاشِهِ فَلَمْ تَأْتِهِ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّی تُصْبِحَ
Artinya : Ketika seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya akan tetapi istrinya tidak datang, sehingga suami semalaman dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknat istri tersebut sampai pagi datang. HR. Bukhari dan Abu Daud.
وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو اِمْرَأَتَهُ اِلَی فِرَاشِهِ فَتَأْبَی عَلَيْهِ اِلَّا كَانَ الَّذِيْ فِی السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّی يَرْضَی عَلَيْهَا
Artinya : Demi Dzat yang nyawaku ada di genggamannya, tidaklah suami memanggil istrinya ke tempat tidur lalu istrinya menolak kecuali penghuni langit marah kepadanya hingga suaminya ridha. HR. MuslimHadis di atas menjadi dalil bahwa kemarahan suami bisa menyebabkan kemarahan Allah dan ridha suami dapat menyebabkan ridha-Nya.
Ibnu Hiban dan Ibnu Huzaimah meriwayatkan, "Tiga orang yang shalatnya tidak diterima dan kebaikannya tidak bisa naik ke langit ; Budak yang melarikan diri ... -diantaranya-Istri yang membuat marah suaminya, sampai suaminya ridha."
Tempat tidur dalam hadis di atas adalah kinayah dari jima' atau bersetubuh. Laknat terjadi bila tidak ada udzur yang sesuai syariat. Sebab istri mendapat laknat karena dia diperintah suami bukan pada perkara maksiat.
Ada yang mengatakan, haid bukan termasuk udzur yang bisa menolak ajakan suami. Kendati istri dalam keadaan haid, suami masih bisa bersenang-senang dengan anggota tubuh istri yang di atas sarung menurut mayoritas ulama, dan dengan selain farji menurut golongan ulama.
Laknat dan murka berlangsung sampai pagi apabila ajakannya pada malam hari. Apabila ajakannya pada siang hari maka laknat dan murka berlangsung sampai sore. Wal'iyadzu Billah
Disebutkan dalam hadis Ibnu Abi Aufa :
وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا كُلَّهُ، حَتَّى لَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلَى قَتَبٍ لَمْ تَمْنَعْهُ
Artinya : Demi Dzat yang nyawa Muhammad ada dalam genggaman-Nya, istri tidak akan bisa memenuhi hak Tuhannya sehingga dia memenuhi hak suaminya. Meskipun suami memintanya dan dia berada di atas pelana unta maka dia tidak boleh menolaknya. HR. Ahmad dalam musnadnya, dan Ibnu MajahTaat suami mencakup dalam hal berpuasa sunah. Mayoritas ahli fiqih berpendapat, "Haram bagi istri berpuasa sunah kecuali dengan izin suami. Apabila dia berpuasa tanpa izin suami, padahal suaminya hadir-tidak musafir- maka bagiannya dari puasa tersebut hanyalah lapar dan haus. Dia hanya mendapat dosa dan puasanya ditolak. Di samping itu, suami mempunyai hak menyuruh istri membatalkan puasa bila sebelumnya tidak meminta izin.
Bahkan, salah satu golongan ulama fiqih berpendapat, bahwa puasa sunah seorang istri tanpa izin suami tidak sah sama sekali. Namun yang lebih shahih, puasanya sah akan tetapi mendapat dosa. Adapun puasa fardhu seperti Ramadhan maka tidak perlu mendapatkan izin.
Dan disebutkan dalam hadis yang menceritakan perempuan dari kabilah Khas'am yang bertanya kepada Nabi Saw. mengenai hak laki-laki. Nabi menjawabnya secara global. Beliau bersabda, "Di antara hak suami adalah istri tidak berpuasa sunah kecuali dengan izinnya. Apabila dia berpuasa tanpa izin maka dia hanya merasa lapar dan haus namun puasanya tidak diterima. HR. Al-Baihaqi
Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi Saw. Beliau bersabda :
لَاتَصُوْمُ الْمَرْأَۃُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ اِلَّا بِإِذْنِهِ
Artinya : Janganlah seorang istri berpuasa sedangkan suaminya di rumah kecuali dengan izinnya. HR. BukhariTerdapat hadis marfu', dari Ibnu Abbas ra., "Di antara hak suami atas istrinya adalah istri tidak boleh berpuasa kecuali dengan izin suami. Apabila dia melakukannya maka puasanya tidak di terima." HR. Al-Thabrani
Sebab larangan dan keharaman puasa sunah ini adalah suami memiliki hak istimta'(bersenang-senang) dengan istri setiap saat. Hak suami harus dilakukan seketika dan tidak bisa dihapuskan oleh sesuatu yang bersifat sunah.
Diterjemahkan dari Adabul Islam fi Nidzamil Usrah (12)
Karangan Abuya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki
Post a Comment for "Pahala Besar untuk Istri yang Taat Suami "
Silahkan berikan komentar dengan baik dan sopan