Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Rasulullah Saw Melarang Thiyaroh atau Tathayyur

Tathayyur biasa disebut dengan thiyarah. Dua lafadz ini adalah bentuk Masdar dari تطيرت atau اطيرت. Dilihat dari segi bahasa thiyarah atau tathayur berarti burung. Sedangkan menurut Syara' thiyarah adalah Tasyaum (merasa mendapat keburukan) dengan suatu ucapan, perbuatan atau perkara yang dilihat. 
Rasulullah Saw Melarang Thiyaroh atau Tathayyur

Pada dasarnya thiyarah mengarah pada setiap orang yang menggantungkan diri pada sebuah burung. Pada gerak-gerik maupun suaranya. Ke arah mana burung itu pergi, maka disitu makna kehidupan yang akan dia jalani. Orang Arab dahulu melakukan tathayyur dengan cara mengusir atau menerbangkan kidang atau burung. Apabila keduanya berlari ke arah kanan, maka dia menganggapnya baik, dan bersiap meneruskan perjalanan atau aktivitasnya. Namun apabila berlari ke arah kiri, maka dia menundanya. Seakan dia melihat nasib buruk sudah bersiap menerkamnya dari depan. sebagian orang mempunyai anggapan buruk sebab suara sebagian burung seperti burung hantu atau burung gagak. Mereka berkata : Sesungguhnya burung itu membawa kabar buruk. 

Atau terkadang merasa buruk dengan  sesuatu yang ada di awan, atau dengan terjadinya kecelakaan di depannya, atau dengan adanya sesuatu yang hitam di awan, atau  merasa buruk dengan hal yang menimpanya saat pertama kali dia menikah, dan dengan bulan seperti bulan safar, ulan selo, atau hari seperti hari geblake si mbah.

Begitu juga orang yang berjualan. Saat baru membuka tokonya, datang seorang yang pincang hendak membeli dagangannya. Akan tetapi dia menolaknya. Dia tidak mau menjual kepada orang yang pincang, buta, atau orang cacat lainnya, sebelum mendapat pelanggan pertama yang fisiknya normal. Dia firasat akan mendapat keburukan bila melayani orang tersebut. Bahkan banyak yang mempunyai anggapan, selama satu hari dia tidak akan mendapatkan keuntungan atau kebaikan sebabnya.

Lebih buruk lagi, orang-orang setiap mendapat kebaikan, ia sandarkan pada diri sendiri dan setiap mendapat keburukan, ia bertathayyur kepada sesuatu. Sebagaimana yang dilakukan oleh Fir'aun dan kaumnya.

فَإِذَا جَاءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوا لَنَا هَٰذِهِ ۖ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَىٰ وَمَنْ مَعَهُ ۗ أَلَا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya : Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Itu adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang bersamanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. Al-A’raf:131)

Imam Baghawi memberi penafsiran, bahwa ketika mereka mendapat kekayaan, rizki, dan kesehatan, dengan bangganya mereka berkata ,"Secara teori, kami berhak mendapatkan semua ini dan sama sekali tidak ada anugerah dari Allah yang menuntut kami bersyukur padanya.” Namun saat mereka tertimpa bencana dan melihat sesuatu yang tidak mereka sukai, mereka bertathayyur dengan nabi Musa.  Mereka berkata,"Tidaklah menimpa kami sebuah bencana kecuali setelah kami melihat Isa."

Rasulullah Saw Melarang Thiyaroh atau Tathayyur

Rasulullah melarang umatnya berthiyarah. Beliau mengatakan bahwa thiyarah termasuk syirik asghor (syirik kecil). Hal itu karena thiyaroh bisa menghilangkan kesempurnaan, atau bahkan keutuhan tauhid. Thiyarah termasuk syirik karena adanya keyakinan dalam hati pelaku bahwa hal tersebut bisa menarik kemanfaatan dan menolak bahaya. 

Unsur syirik inilah yang menjadi landasan keharaman tathayyur,  meskipun sebagian mengatakan makruh tahrim. Padahal dalam berdakwah, Rasulullah bermisikan mencetak hamba yang sempurna tauhidnya, salah satunya dengan bertawakal kepada Allah Swt.
Dalam hadits lain, disebutkan bolehnya thiyarah dalam tiga hal. Diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar ra. Bahwa rasulullah saw. Bersabda : 

لاَ عُدْوَى وَلاَ طَيْرَةَ وَالشُّؤْمُ فِى ثَلاَثٍ : فِى الْمَرْأَةِ وَالدَّارِوَالدَّابَّةِ
Artinya: Tidak ada penyakit yang menular, tidak ada thiyarah(anggapan buruk), dan merasa mendapat keburukan itu dalam tiga perkara :  istri, rumah, dan hewan ternak.( HR. Bukhori)

Pada dasarnya, Rasulullah memperbolehkan merasa mendapat keburukan dalam tiga hal di atas karena termasuk perkara yang bisa dirasakan dan dapat dilihat. Seperti istri yang mandul, rumah yang sempit, buruk minumannya, dan buruk tetangganya. Dan dalam hewan ternak dalam yang tidak bisa melahirkan dan keturunan atau mempunyai banyak kecacatan, dan tabi’at yang buruk.

Post a Comment for "Rasulullah Saw Melarang Thiyaroh atau Tathayyur"