Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Poligami Menurut Islam

Ketika Allah mengutus nabi Muhammad Saw. di Arab sebagai akhir para nabi, dan syariatnya menyirnakan perzinaan, hal-hal yang semakna dan setiap hal yang didasarkan pada anggapan wanita sebagai barang atau hewan yang dimiliki maka secara mutlak Islam tidak mengharamkan poligami. Namun juga tidak membiarkan para lelaki berlebihan dalam bilangan nikah dan mendzalimi perempuan.
Poligami Menurut Islam
Islam membatasi hitungan poligami yang bisa mewujudkan kebaikan bagi anak turun dan perkumpulan. Dan juga sesuai dengan kesiapan para lelaki. Yakni tidak boleh melebihi empat bilangan dan dengan syarat kuasa memberi nafkah mereka semua. Keadilan inilah yang mendatangkan orang yang beragama Islam, berpegang pada syariatnya, dan mematuhi undang-undangnya pada iqtishar atas satu istri.
Allah Swt. berfirman dalam surat Al nisa'

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(QS. An-Nisa’ :3)

Maksud dari العول  adalah الجور  (kezaliman)

Meringkas atas satu istri atau budak adalah perantara paling dekat tidak terjatuh dalam penyelewengan dan kedzaliman yang mencegah beristri lebih dari satu bagi orang yang takut terjatuh dalam kedzaliman.

Ayat di atas menunjukkan keharaman berpoligami yang diperuntukan bagi orang yang takut dirinya berbuat zalim dan justru saling bercinta dan mengunggulkan istri lain dari pada istri satunya. Lebih haram lagi ketika dia bermaksud melakukan kedzaliman, seperti bermaksud membahayakan istri karena perasaan bencinya.

Fadhilah Syekh Muhammad Ali al-Shabuni berkata dalam "Tafsir Ayat al-Ahkam"
"Hakekat yang harus diketahui setiap manusia bahwa, diperbolehkannya berpoligami adalah termasuk kebanggaan Islam, karena mampu memecahkan masalah yang sangat rumit yang diderita oleh umat dan masyarakat pada saat ini. Maka tidak ada solusi kecuali meruju' kepada hukum Islam dan mengimplementasikan aturan-aturannya.

Sesungguhnya dalam Islam terdapat sebuah sebab yang mengharuskan berpoligami seperti istri mandul atau menyidap penyakit yang tidak bisa dijaga oleh suami, dan penyakit lain yang tidak bisa kami sebutkan saat ini, akan tetapi hanya mengacu pada titik penting yang bisa difaham seseorang dengan sederhana.

Sesungguhnya komunitas dalam perspektif Islam itu seperti sebuah timbangan. Wajib seimbang antara dua piringannya. Dengan dasar menjaga keseimbangan ini, maka sudah seharusnya bilangan laki-laki sesuai dengan bilangan perempuan. Karena, ketika bilangan laki-laki lebih banyak atau sebaliknya, maka bagaimana solusi dari permasalah ini? Apa yang akan kita lakukan saat keseimbangan ini mengalami kecacatan, saat bilangan perempuan berlipat lebih banyak dari jumlah lelaki? Apakah kita akan mencegah perempuan dari kenikmatan berumah tangga dan menjadi seorang ibu, dan kita membiarkan mereka melakukan perbuatan keji dan hina sebagaimana yang terjadi di Eropa sebab meningkatkan populasi perempuan setelah perang dunia yang terakhir? Atau kita akan menyelesaikan permasalahan ini dengan cara yang mulia yang bisa menjaga kehormatan perempuan, kesucian keluarga dan kondusifnya komunitas? Manakah yang lebih mulia dan utama menurut orang yang memiliki akal? Apakah wanita harus membuat tali ikatan sehingga dia berkumpul dengan wanita lain di bawah penjagaan satu laki-laki dengan jalan mulia yang sesuai syariat atau menjadikan mereka sebagai rekan dan nyonya rumah untuk laki-laki tersebut namun hubungan mereka adalah hubungan dosa?
Orang-orang Kristen Jerman yang agamanya mengharamkan poligami, namun tidak mendapat solusi terbaik bagi para perempuan kecuali dengan solusi Islam, mereka memperbolehkan poligami karena ingin menjaga perempuan Jerman dari perbuatan lelaki hidung belang dan dari bahaya buruk lainnya yang akan muncul. Permulaan bahaya tersebut adalah banyak anak terbuang.

Seorang profesor jerman berkata dalam sebuah universitas, "Sesungguhnya solusi permasalah wanita Jerman adalah diperbolehkan memiliki beberapa istri ... Sesungguhnya aku lebih memilih menjadi istri bersama sepuluh perempuan lainnya untuk laki-laki yang sukses dari pada menjadi istri tunggal laki-laki gagal yang tolol ... Ini bukan pandangan saya semata melainkan padangan semua wanita Jerman."

Pada tahun 1948 M, kongres pemuda dunia di Munich, Jerman, meromendasikan diperbolehkannya mempunyai beberapa istri sebagai solusi permasalahan semakin banyaknya perempuan dan sedikitnya laki-laki setelah perang dunia ke dua.

Islam telah menuntaskan permasalahan perempuan dengan cara yang sangat mulia, saat orang-orang Kristen masih berdiam dengan tangan terikat, tidak bisa memulai dan tidak bisa kembali. Apakah Islam tidak mendapat keutamaan besar karena telah memberi solusi masalah seperti ini, masalah yang banyak diderita oleh umat lain yang tidak beragama Islam?

Sudah sepatutnya bagi saya mengutip sebagian paragraf Syahidul Islam(Sayid Qutub) dari kitabnya "Al-Salam al-'Alami fi al-Islam", beliau berkata : Sesungguhnya terdapat obrolan panjang lebar tersiarkan membahas seputar poligami dalam Islam, maka apakah isi obrolan tersebut menjadi hakekat bahaya yang dikhawatirkan dalam kehidupan masyarakat? Aku berpandangan dan berpendapat bahwa setiap masalah kemasyarakatan itu butuh pijakan undang-undang syariat kecuali masalah poligami, karena masalah ini akan terpecahkan dengan sendirinya. Sesungguhnya masalah ini bisa dihukumi dengan angka, tidak perlu menggunakan menggunakan teori dan syariat. Setiap agama memiliki pemeluk laki-laki dan perempuan. ketika bilangannya di timbang maka secara praktis tidak bisa laki-laki satu menghasilkan lebih banyak dari perempuan satu. Adapun ketika terjadi kecacatan dalam menimbang umat maka bilangan laki-laki lebih sedikit dari pada perempuan seperti dalam peperangan dan infeksi yang tampak lebih banyak lelakinya.

 Dari sini saja sudah ada ruangan kuasanya laki-laki menghitung calon istrinya. Maka mari kita lihat keadaan ini, contoh yang paling mudah saat ini adalah keadaan di Jerman. Di sana ditemukan tiga perempuan sebanding dengan satu laki-laki. Dan ini menjadi kondisi yang mencacatkan sosial, bagaimanakah pembuat syariat menghadapinya?

Sesungguhnya dalam masalah ini terdapat tiga solusi :

1. Setiap satu laki-laki menikahi satu perempuan dan tersisa dua perempuan yang dalam hidupnya tidak mengetahui laki-laki, rumah, anak kecil dan keluarga.

2. Setiap laki-laki menikahi satu perempuan, lalu menggaulinya selayaknya suami-istri. Akan tetapi dia berpaling dari dua wanita lainnya atau salah satu darinya supaya perempuan tersebut tidak kenal laki-laki, tidak sampai kenal rumah dan anak kecil. Maka apabila dia kenal anak kecil maka dia akan mengenalnya dari jalan kejahatan. Dia hanya akan membawanya pada cela dan tersia-siakan.

3. Laki-laki menikahi lebih banyak perempuan, lalu dia mengangkatnya pada rumah tangga yang mulia, rumah yang aman dan keluarga yang terjamin. Dengan begitu hilanglah dari hatinya kejahatan yang menjijikan, dosa yang merisaukan dan siksa hati yang buruk. Dia bisa mengangkat masyarakat dari kekacauan yang mencemarkan dan campur aduknya nasab.

Di sini kami akan mengutip kalimat ringkas membahas seputar poligami dari musyawarah ilmiyah yang dilakukan oleh ilmuan besar kerajaan Arab Saudi dan cendekiawan besar dan pakar hukum Eropa. Mereka berkata, "Adapun masalah yang berhubungan dengan poligami, maka bukan Islam yang pertama kali membuka pintunya, melainkan pintu itu terbuka tanpa undang-undang dan syarat, bahkan semenjak agama Yahudi yang menjadi asal agama Kristen.

Dan maklum bagi pemeluk agama Islam dan Yahudi bahwa, poligami telah dilakukan oleh para nabi sejak dulu, mulai Nabi Ibrahim as., yang menjadi ayah para nabi menurut orang Arab, Yahudi dan umat Islam. Sebagaimana kita ketahui, poligami beliau tidak dilakukan dengan cara yang tidak masyru' menurut orang yang mencegah dan dengan bentuk yang membahayakan suami, para istri dan anak-anaknya secara materi, moral dan sosial.
Oleh karena itu, Islam mengobati kondisi ini dan mengharamkan menikahi lebih dari empat istri. Dan menutup pintu yang sebelumnya terbuka tanpa membatasi. Dalam hal ini terdapat perbaikan yang pertama.

Adapun perbaikan ke dua, Islam mensyaratkan bagi suami agar bersifat adil terhadap hak para istri. Bila tidak dijumpai sifat adil, maka Islam memberikan kepada istri hak memutuskan untuk meminta keadilan atau faskh nikah.

Berpoligami bila dinisbatkan pada istri baru adalah poligami yang didasari perasaan rela menjadi istri yang sesuai syariat sembari berharap bisa merasakan hak perkawinan dari pada menjadi kekasih yang tidak dihormati dalam kehidupan sosial. Dialah orang yang memiliki hak dalam pilihan ini(menjadi istri) agar bisa menyelamatkan dirinya dari prostitusi dan menyelamatkan suaminya dari khianat. Mencegah hak ini hanya akan menimbulkan perlawanan yang mencolok atas hak istri dalam hubungan pernikahan yang sesuai syariat.

Hanya saja berpoligami bila dinisbatkan pada istri yang pertama maka secara umum tidak berdasarkan kerelaannya. Oleh karena itu, ketika melangsungkan akad dengan suami istri pertama diberi hak untuk mensyaratkan bagi dirinya hak talak ketika suami melangsungkan poligami tanpa persetujuannya. Ini adalah point perbaikan yang ketiga dalam ditetapkannya poligami dalam Islam.

Diterjemahkan dari Adabul Islam fi Nidzamil Usrah (27)
Karangan Abuya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki

Post a Comment for "Poligami Menurut Islam "