Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kewajiban Taklid Bagi Selain Mujtahid - Risalah Ahlissunnah wal Jamaah (4)

Menurut mayoritas ulama muhaqiq, wajib bagi orang yang tidak ahli ijtihad mutlak-meskipun dia menguasai sebagian fan ilmu yang menjadi syarat diperbolehkannya berijtihad- taklid kepada pendapat para mujtahid dan mengambil fatwa mereka agar dia tidak keluar dari kewajiban taklif. Dia boleh taklid terhadap pendapat imam mujtahid yang dia kehendaki. Hal ini Sesuai dengan firman Allah Swt.
فَاسْأَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ 
Artinya : Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Nahl : 43)

Allah mewajibkan bertanya bagi orang yang tidak mengetahui. Hal yang dimaksudkan dengan bertanya adalah bertaklid kepada orang alim. Ayat ini diperuntukan untuk semua orang Islam yang menjadi objeknya. Secara umum ayat ini ditujukan untuk semua hal yang tidak diketahui, karena sesuai konsensus ulama bahwa, orang yang berstatus awam sudah ada sejak masa sahabat, tabiin dan zaman setelahnya. Orang-orang awam ini harus meminta fatwa dan mengikuti ahli mujtahid, serta mengimplementasikan syariat dengan mengikuti ulama. Para mujtahid dan ulama akan segera menjawab pertanyaan mereka, meskipun tanpa menuturkan dalil. Mereka tidak akan melarang atau berpaling dari pertanyaan orang awam.

Sesuai kesepakatan mayoritas ulama, wajib bagi orang awam ikut pada ahli ijtihad, karena pemahaman mereka terkait agama masih jauh dari otoritas dii'tibar jika tidak mengikuti pemahaman para ahli hak yang telah terekomondasi. Para ahli bidah dan ahli sesat itu memahami dan mengekploitasi hukum secara batil dari Alquran dan hadis. Sehingga, realitanya tidak ditemukan setitik pun kebenaran dari pemahaman mereka.

Tidak wajib bagi orang awam konsisten hanya dalam satu madzhab tertentu pada setiap problem. Apabila seseorang mengambil satu madzhab tertentu seperti Imam Syafi'i,rahimahullah, maka tidak wajib terus menetapinya. Dia boleh berpindah ke madzhab lain dalam masalah yang lain. 

Orang awam yang tidak punya ilmu secara komprehensif dalam mengkaji masalah dan ber-istidlal (mencari referensi dalil) atau ia tidak bisa membaca kitab sebagai referensi dalam sebuah madzhab, lantas ia berkata, "Saya bermadzhab Syafi‟i.", maka ucapan ini tidak cukup untuk pengakuannya. Ada yang mengatakan, ketika orang awam memilih madzhab tertentu maka dia wajib terus menetapinya karena dia mempunyai asumsi bahwa madzhab yang dia akui adalah madzhab yang benar. Sehingga, dia harus merealisasikan keyakinan tersebut dalam amaliyahnya.

Bagi orang yang bertaklid boleh ikut pada selain imam mujtahidnya pada masalah yang dialami. Dia boleh ikut pada seorang imam pada shalat dhuhur, dan ikut imam lain pada shalat ashar.
Taklid yang dilangsungkan setelah melakukan amal itu diperbolehkan. Semisal, orang bermadzhab Syafi'i melakukan shalat dengan menyangka shalatnya sah menurut madzhab Syafi'i, akan tetapi kenyataannya batal menurut madzhab tersebut dan sah menurut madhzab yang lain, maka dia boleh taklid pada madzhab yang lain. Dan shalat tersebut sudah bisa menggugurkan kewajiban shalatnya.
Diterjemahkan dari Risalah Ahlissunnah wal Jamaah
Karangan Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari

Post a Comment for "Kewajiban Taklid Bagi Selain Mujtahid - Risalah Ahlissunnah wal Jamaah (4)"