Status Pembantu Menurut Hukum Islam
Termasuk fitnah yang menimpa kita adalah pembantu laki-laki. Hal ini termasuk fitnah besar bagi para perempuan pemilik rumah, saat di sana terjadi ikhtilath antara mereka, terlebih ketika pembantunya memiliki wajah tampan. Demikian ini merupakan fitnah yang banyak dilupakan.
Bahaya ini menjadi besar karena pembantunya adalah laki-laki. Terkadang lebih mudah dari pada Sayid atau tuan laki-lakinya. Bahkan terkadang lebih tampan. Dia menetap di rumah Sayid tersebut, malam dan siang hari. Kemudian dia berada di bawah perintah majikan perempuannya. Bagaimana dia bisa hanya dianggap pembantu? Kemudian majikan perempuan bisa menyuruhnya pulang dan bisa menyuruh tetap tinggal di rumahnya ; makan, minum, tidur, dan begitu seterusnya sampai sebulan. Pembantu tersebut tahu persis jadwalnya. Sedangkan perempuan zaman sekarang telah anda ketahui bagaimana tingkah lakunya. Kami tidak perlu menambah penjelasan mengenai mereka. Kalau begini, bisa jadi dalam hati majikan perempuan terbesit apa yang ada dalam hati pembantu laki-laki. Dan bisa jadi majikan tersebut menuruti godaan hatinya dan melakukan keinginan nafsunya.
Kebanyakan manusia mempunyai pemikiran konyol dengan mengambil pelayan laki-laki. Mereka menyangka, "Majikan perempuan adalah orang yang jauh lebih tinggi pangkatnya dibandingkan pelayannya. Maka tidak masuk akal bila dia mau turun dari pangkat mulia pada derajat rendah." Maka sesungguhnya yang mengatakan hal ini tidak mengetahui hukum tabiat hewaniyah yang ada dalam diri manusia. Seandainya dia tahu maka tidak akan mengalir pada dirinya pemikiran yang menunjukkan pada kelalaian yang besar itu.
Berulang kali saya terangkan, tabiat semacam ini memiliki kekuatan yang tidak mampu ditanggung oleh manusia. Ketika tabiat ini berkuasa maka seseorang akan kalah di depannya. Orang tersebut tidak lagi memikirkan status majikan, kemuliaan, kewibawaan, keilmuan, agama, tuhan, pahala, siksa, bahkan mati ataupun akibat terburuk.
Apakah perempuan atau laki-laki yang memulai fitnah kejam ini? padahal keduanya memiliki akal yang bisa memperkirakan akhir dari urusan dunia dan akhirat mereka. Seandainya mereka mengangan-angan kisah Sayidina Yusuf as., maka mereka akan tahu bahwa Alquran mendokementasikannya sebagai pelajaran agar para laki-laki yang menjadi pelayan selalu menjaga diri dari majikan perempuannya.
Sesungguhnya istri raja al-Aziz memiliki markas yang besar di Mesir, sedangkan Nabi Yusuf as. bertempat di rumahnya selayaknya pembantu untuknya. Tidak usah dipertanyakan mengenai kemuliaan majikan putri beserta suaminya. Namun pada akhirnya, dia berani menginjaki sandal syahwat. Istri majikan tersebut berusaha mengerahkan kekuatan dan membuat rekayasa untuk menundukkan Nabi Yusuf as. Seandainya Nabi Yusuf tidak memiliki penjagaan yang kuat maka pasti majikannya telah memenuhi hasratnya. Setelah penjelasan ini, saya yakin orang-orang tidak akan memperbolehkan laki-laki sebagai pembantunya. Mungkin saja setelah mereka memperkerjakan pembantu laki-laki maka mereka akan menyuruhnya kembali, tidak lagi memperkerjakan mereka, atau memperkerjakan di luar rumah, tidak memudahkan mereka bertemu dengan majikan perempuannya.
Bahaya ini menjadi besar karena pembantunya adalah laki-laki. Terkadang lebih mudah dari pada Sayid atau tuan laki-lakinya. Bahkan terkadang lebih tampan. Dia menetap di rumah Sayid tersebut, malam dan siang hari. Kemudian dia berada di bawah perintah majikan perempuannya. Bagaimana dia bisa hanya dianggap pembantu? Kemudian majikan perempuan bisa menyuruhnya pulang dan bisa menyuruh tetap tinggal di rumahnya ; makan, minum, tidur, dan begitu seterusnya sampai sebulan. Pembantu tersebut tahu persis jadwalnya. Sedangkan perempuan zaman sekarang telah anda ketahui bagaimana tingkah lakunya. Kami tidak perlu menambah penjelasan mengenai mereka. Kalau begini, bisa jadi dalam hati majikan perempuan terbesit apa yang ada dalam hati pembantu laki-laki. Dan bisa jadi majikan tersebut menuruti godaan hatinya dan melakukan keinginan nafsunya.
Kebanyakan manusia mempunyai pemikiran konyol dengan mengambil pelayan laki-laki. Mereka menyangka, "Majikan perempuan adalah orang yang jauh lebih tinggi pangkatnya dibandingkan pelayannya. Maka tidak masuk akal bila dia mau turun dari pangkat mulia pada derajat rendah." Maka sesungguhnya yang mengatakan hal ini tidak mengetahui hukum tabiat hewaniyah yang ada dalam diri manusia. Seandainya dia tahu maka tidak akan mengalir pada dirinya pemikiran yang menunjukkan pada kelalaian yang besar itu.
Berulang kali saya terangkan, tabiat semacam ini memiliki kekuatan yang tidak mampu ditanggung oleh manusia. Ketika tabiat ini berkuasa maka seseorang akan kalah di depannya. Orang tersebut tidak lagi memikirkan status majikan, kemuliaan, kewibawaan, keilmuan, agama, tuhan, pahala, siksa, bahkan mati ataupun akibat terburuk.
Apakah perempuan atau laki-laki yang memulai fitnah kejam ini? padahal keduanya memiliki akal yang bisa memperkirakan akhir dari urusan dunia dan akhirat mereka. Seandainya mereka mengangan-angan kisah Sayidina Yusuf as., maka mereka akan tahu bahwa Alquran mendokementasikannya sebagai pelajaran agar para laki-laki yang menjadi pelayan selalu menjaga diri dari majikan perempuannya.
Sesungguhnya istri raja al-Aziz memiliki markas yang besar di Mesir, sedangkan Nabi Yusuf as. bertempat di rumahnya selayaknya pembantu untuknya. Tidak usah dipertanyakan mengenai kemuliaan majikan putri beserta suaminya. Namun pada akhirnya, dia berani menginjaki sandal syahwat. Istri majikan tersebut berusaha mengerahkan kekuatan dan membuat rekayasa untuk menundukkan Nabi Yusuf as. Seandainya Nabi Yusuf tidak memiliki penjagaan yang kuat maka pasti majikannya telah memenuhi hasratnya. Setelah penjelasan ini, saya yakin orang-orang tidak akan memperbolehkan laki-laki sebagai pembantunya. Mungkin saja setelah mereka memperkerjakan pembantu laki-laki maka mereka akan menyuruhnya kembali, tidak lagi memperkerjakan mereka, atau memperkerjakan di luar rumah, tidak memudahkan mereka bertemu dengan majikan perempuannya.
Diterjemahkan dari Adabul Islam fi Nidzamil Usrah (20)
Karangan Abuya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki
Post a Comment for "Status Pembantu Menurut Hukum Islam"
Silahkan berikan komentar dengan baik dan sopan