Keutamaan Berbakti kepada Orang Tua - Adab al-Islam fi Nidzamil Usrah (9)
Allah SWT. berfirman :
Kalian tahu bahwa dalam ayat ini, Allah Swt. menekankan pesan agar berbakti kepada orang tua. Dimulai dengan tauhid dan ibadah kemudian dilengkapi dengan berbuat baik kepada orang tua. Kemudian Allah mempersempitnya dengan perintah agar selalu menjaga bakti kepada kepada ke dua orang tua, sampai-sampai tidak memperbolehkan berkata dengan kalimat yang paling remeh yang dapat menyakiti hati mereka. Allah memerintahkan menghinakan dan merendahkan diri untuk mereka. Kemudian Allah mengakhiri ayat dengan perintah agar berdoa dan mengasihi mereka.
Ketahuilah! Ketika manusia berada dalam rahim, ibunya telah merasa payah sebab mengandung dan melahirkan. Rasa susah terus berlanjut, setelah melahirkan ibu harus menyusui buah hatinya, membersihkan kotoran, menahan rasa sakit, dan menjadikan diri sebagai tebusan kehidupan anaknya. Dia merasa sangat susah hanya karena sedikit kesusahan yang dialami anaknya, apalagi kesusahan yang berat.
Begitu juga bapak. Dia sangat mencintai anak. Dengan rasa cintanya, ia berusaha memperoleh makanan, minuman, pakaian dan mencukupi segala kebutuhan anak. Seorang anak harus berbakti kepada kedua orang tuanya. Jangan sampai membentak mereka. Menjadi sebuah keharusan seorang anak merendahkan diri kepada orang tua. Tidak lain kecuali sebagai bentuk terima kasih atas jasa besar mereka. Takutlah mendurhakai mereka, karena hal itu adalah kerugian yang nyata, baik di dunia maupun di akhirat.
Dari beratnya rasa susah yang dialami orang tua, Rasulullah menekankan agar berbuat baik kepada mereka. Disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah ra. Ia berkata : Seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah Saw., Siapakah yang lebih berhak untukku berbuat baik? Beliau berkata, "Ibumu." Dia berkata, "Lantas siapa?" Beliau berkata, "Ibumu." Dia berkata, "Lalu siapa?" Beliau berkata, "Ibumu." Dia berkata, "Kemudian siapa?" Beliau berkata, "Ayahmu."
Banyak sekali hadis yang menerangkan keutamaan bakti kepada kedua orang tua, di antaranya :
1. Muawiyah bin Jabal ra. menceritakan bahwa, Jahimah datang kepada Nabi Saw. Ia berkata, "Wahai Rasulullah, aku ingin ikut berperang bersamamu. Kedatanganku ini ingin meminta pendapat darimu" Beliau bertanya, "Apakah kamu mempunyai ibu?" Ia menjawab, "Iya." Beliau berkata, "Tetaplah bersamanya, karena surga ada di kakinya." HR. Al-Nasa'i
2. Ibnu Abbas ra. menceritakan bahwa, Rasulullah Saw. bersabda : "Tidaklah seorang anak yang berbakti melihat kedua orang tuanya dengan penuh kasih sayang kecuali Allah akan menulis setiap pandangannya sebagai haji mabrur." Sahabat bertanya, "Meskipun memandang seratus kali?" Beliau bersabda, "Iya. Allah maha besar dan bersih." HR. Al-Baihaqi.
3. Disebutkan dalam kitab "Syarh al-Sunnah" dari Aisyah ra. Ia berkata : "Rasulullah Saw. bersabda : Aku masuk surga, lalu aku mendengar bacaan Alquran. Kemudian aku bertanya, "Siapa ini?" Malaikat menjawab, "Dia adalah Haritsah bin Nu'man."
Rasulullah berkomentar, "Demikianlah pahala berbakti kepada orang tua. Dan Nu'man adalah orang yang sangat berbakti kepada ibunya."
3. Ibnu Umar ra. berkata : Aku memiliki seorang perempuan yang aku cintai, akan tetapi Umar(ayahku) tidak menyukainya. Ayah berkata kepadaku, "Talaqlah dia!" Akan tetapi aku tidak mau. Lalu Umar datang kepada Rasulullah Saw. Dia menceritakan hal tersebut. Sehingga Rasulullah Saw. berkata kepadaku, "Talaqlah perempuan tersebut!" HR.Al-Tirmidzi
Ulama berkomentar : Apabila kebenaran ada pada orang tua, maka mentalak hukumnya wajib, apabila tidak maka hukumnya Jaiz.
Ibnu Umar ra. melihat laki-laki thawaf dengan menggendong ibunya. Laki-laki itu berkata, "Wahai Ibnu Umar, apakah menurutmu aku telah membalas budinya?" Ibnu Umar berkata, "Tidak, sekalipun dengan satu jerih payahnya. Namun, kamu telah berbuat baik kepadanya. Allah akan membalas kebaikanmu yang sedikit dengan pahala yang besar."
4. Ibnu Umar ra. meriwayatkan hadis dari Nabi Saw. Beliau bersabda : Suatu ketika ada tiga orang berjalan-jalan. Saat itu hujan mengguyur ruas jalan. Mereka pun berlari menuju lubang goa di dalam sebuah gunung. Namun nahas bagi mereka, tiba-tiba batu besar dari gunung jatuh di mulut goa, menutup jalan mereka. Sebagian mereka berkata pada yang lainnya, "Ingat-ingatlah amal yang pernah kalian lakukan yang ikhlas karena Allah, lalu berdoalah kepada-Nya, barangkali Dia akan membukakan batu ini."
Salah satu dari mereka berkata :
"Wahai Allah, aku memiliki dua orang tua yang lanjut usia dan seorang gadis kecil. Aku selalu menjaga mereka bertiga. Ketika masuk waktu sore aku mengunjungi, memeraskan susu untuk mereka. Selalu aku memulai memberi minum kedua orang tuaku sebelum anakku. Namun, sungguh pohon itu terlalu jauh dariku, sehingga aku tidak datang kecuali sudah terlalu sore, dan aku pun mendapati ke dua orang tuaku dalam keadaan tertidur. Aku memeras susu, lalu datang kepada mereka dengan susu tersebut. Aku berdiri menunggu di atas mereka dengan perasaan takut membangunkan mereka, dan aku juga takut untuk memberi susu kepada gadis kecilku terlebih dahulu. Padahal gadis kecilku sudah sangat kelaparan. Begitulah yang aku lakukan sampai munculnya fajar.
Apabila Engkau tahu, bahwa aku melakukannya karena ridha-Mu maka bukakanlah sebuah jalan sehingga kami bisa melihat langit. Maka Allah membukakan jalan mereka sehingga mereka bisa melihat langit."
Keutamaan bakti kepada orang tua juga tertulis dalam beberapa kitab tafsir :
Ada laki-laki dari Bani Israil yang saleh. Dia memiliki anak kecil dan anak sapi. Laki-laki itu membawa sapinya ke hutan. "Wahai Allah, sungguh aku titipkan anak sapi ini untuk anak laki-lakiku sampai dia tumbuh dewasa." Kata laki-laki tersebut. Sampai akhirnya dia meninggal. Bertahun-tahun anak sapi hidup di hutan. Ia selalu lari bila bertemu manusia.
Anak kecil tersebut sudah beranjak dewasa. Dia adalah sosok anak yang berbakti kepada orang tua. Dia bagi malam menjadi tiga bagian ; sepertiga untuk shalat, sepertiga untuk tidur dan sepertiganya untuk menunggui ibunya.
Ketika pagi datang, dia mencari kayu dan membawanya ke pasar. Dia menjualnya sesuai dengan kehendak Allah. Sepertiga hasil penjualan dia sedekahkan, sepertiga untuk makan dan sepertiga untuk ibunya. Suatu hari ibunya berkata padanya, "Hai anakku, sesungguhnya ayahmu mewariskan anak sapi untukmu. Dia menitipkannya kepada Allah di suatu hutan. Berangkatlah, dan berdoalah kepada Tuhan Ibrahim, Ismail dan Ishaq agar mendatangkannya kepadamu. Adapun tanda-tandanya adalah ketika kamu melihatnya maka dia akan membuat dirimu terkesan bahwa sorot matahari keluar dari kulitnya. Dia disebut mudzhabah karena bagus dan kekuning-kuningan."
Pemuda itu datang ke hutan. Dia melihat seekor sapi sedang makan. Pemuda itu berteriak, "Aku bermaksud mengambilnya dengan pertolongan Tuhan Ibrahim, Ismail dan Ishaq." Sapi itu menghadap sampai berdiri tepat di depannya. Dia memegang tanduknya dan menuntunnya.
Dengan izin Allah, sapi tersebut berbicara, "Hai pemuda yang berbakti kepada ibunya, naiklah agar membuatmu lebih ringan " Pemuda tersebut berkata, "Sesungguhnya ibuku tidak memerintahkan demikian." Sapi kuning itu berkata, "Demi Allah, seandainya kamu menaikiku maka kamu tidak akan bisa memilikiku selamanya. Berangkatlah, karena seandainya kamu diperintah untuk mencabut gunung dari akarnya maka karena baktimu kepada orang tua kamu akan melakukannya."
Pemuda shalih itu pergi menemui ibunya. Ibunya berkata, "Kamu adalah laki-laki yang faqir, tidak memiliki uang. Pada siang hari mencari kayu dan malam harinya beribadah, maka berangkatlah dan jualah sapi ini!" Dia berkata, "Berapakah aku boleh menjualnya?" Ibunya menjawab, "Tiga Dinar, jangan kamu menjual tanpa persetujuanku. Harga sapi ini adalah tiga Dinar."
Pemuda tersebut berangkat ke pasar dengan membawa sapinya. Allah mengutus malaikat agar bisa memperlihatkan kekuasaannya. Dia ingin mengetahui seberapakah bakti pemuda tersebut kepada orang tuanya. Allah maha mengetahui.
Malaikat tersebut berkata, "Berapa harga sapi ini?" Dia menjawab, "Tiga Dinar, dan aku mensyaratkan persetujuan ibuku kepadamu." Malaikat berkata, "Kamu bisa memiliki enam Dinar, namun tidak ada urusan dengan ibumu." Pemuda berkata, "Seandainya kamu memberiku emas seberat timbangannya maka aku tidak akan mengambilnya kecuali dengan ridha ibuku."
Pemuda itu kembali kepada ibunya dan menceritakan penawaran malaikat dengan bentuk manusia. Ibunya berkata, "Kembalilah, juallah dengan harga enam dinar, dan jangan jual kecuali dengan persetujuanku." Lalu pemuda itu kembali ke pasar. Malaikat datang kepadanya, "Apakah kamu sudah meminta persetujuan ibumu?" Pemuda berkata, "Iya, dia telah memerintahkan agar tidak menjualnya kurang dari enam dinar atas persetujuannya." Malaikat berkata, "Aku akan memberimu dua belas dinar dan jangan meminta persetujuannya." Pemuda itu menolaknya. Dia kembali kepada ibunya dan menceritakan kejadian tersebut. Ibunya berkata, "Sesungguhnya orang yang mendatangimu adalah malaikat yang menjelma manusia. Dia datang untuk mengujimu. Maka ketika dia datang lagi, katakan padanya, Apakah kamu memerintah kami untuk menjual sapi ini atau tidak."
Pemuda melakukan perintah ibunya. Malaikat berkata, "Pergilah pada ibumu dan katakan padanya, tahanlah sapi ini, karena Musa bin Imran akan membelinya untuk mengungkap kasus pembunuhan dalam Bani Israil, maka jangan kamu jual kecuali dengan harga emas yang memenuhi kulitnya."
Ibu menahan sapi tersebut. Saat itu, Allah memerintahkan Bani Israil agar menyembelih sapi betina. Mereka terus menanyakan sifatnya, dan sapi pemuda itulah yang sesuai dengan sifat-sifatnya. Allah memberinya rahmat dan anugerah karena baktinya kepada orang tua.
Kemudian Bani Israil membeli sapi tersebut darinya dengan harga emas sepenuh kulit sapi. Mereka memukul korban yang terbunuh dengan sebagian anggotanya. Dengan izin Allah, korban tersebut hidup dan berdiri. Urat lehernya memerah oleh darah. Dia berkata, "Aku telah dibunuh Fulan(anak pamannya)" kemudian dia terjatuh ditempatnya. Maka orang yang membunuhnya terhalang dari warisannya.
Hal ini sesuai dengan isyarah firman Allah Swt.
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (24)
Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".(QS. Al-Isra : 23-24)Kalian tahu bahwa dalam ayat ini, Allah Swt. menekankan pesan agar berbakti kepada orang tua. Dimulai dengan tauhid dan ibadah kemudian dilengkapi dengan berbuat baik kepada orang tua. Kemudian Allah mempersempitnya dengan perintah agar selalu menjaga bakti kepada kepada ke dua orang tua, sampai-sampai tidak memperbolehkan berkata dengan kalimat yang paling remeh yang dapat menyakiti hati mereka. Allah memerintahkan menghinakan dan merendahkan diri untuk mereka. Kemudian Allah mengakhiri ayat dengan perintah agar berdoa dan mengasihi mereka.
Ketahuilah! Ketika manusia berada dalam rahim, ibunya telah merasa payah sebab mengandung dan melahirkan. Rasa susah terus berlanjut, setelah melahirkan ibu harus menyusui buah hatinya, membersihkan kotoran, menahan rasa sakit, dan menjadikan diri sebagai tebusan kehidupan anaknya. Dia merasa sangat susah hanya karena sedikit kesusahan yang dialami anaknya, apalagi kesusahan yang berat.
Begitu juga bapak. Dia sangat mencintai anak. Dengan rasa cintanya, ia berusaha memperoleh makanan, minuman, pakaian dan mencukupi segala kebutuhan anak. Seorang anak harus berbakti kepada kedua orang tuanya. Jangan sampai membentak mereka. Menjadi sebuah keharusan seorang anak merendahkan diri kepada orang tua. Tidak lain kecuali sebagai bentuk terima kasih atas jasa besar mereka. Takutlah mendurhakai mereka, karena hal itu adalah kerugian yang nyata, baik di dunia maupun di akhirat.
Dari beratnya rasa susah yang dialami orang tua, Rasulullah menekankan agar berbuat baik kepada mereka. Disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah ra. Ia berkata : Seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah Saw., Siapakah yang lebih berhak untukku berbuat baik? Beliau berkata, "Ibumu." Dia berkata, "Lantas siapa?" Beliau berkata, "Ibumu." Dia berkata, "Lalu siapa?" Beliau berkata, "Ibumu." Dia berkata, "Kemudian siapa?" Beliau berkata, "Ayahmu."
Banyak sekali hadis yang menerangkan keutamaan bakti kepada kedua orang tua, di antaranya :
1. Muawiyah bin Jabal ra. menceritakan bahwa, Jahimah datang kepada Nabi Saw. Ia berkata, "Wahai Rasulullah, aku ingin ikut berperang bersamamu. Kedatanganku ini ingin meminta pendapat darimu" Beliau bertanya, "Apakah kamu mempunyai ibu?" Ia menjawab, "Iya." Beliau berkata, "Tetaplah bersamanya, karena surga ada di kakinya." HR. Al-Nasa'i
2. Ibnu Abbas ra. menceritakan bahwa, Rasulullah Saw. bersabda : "Tidaklah seorang anak yang berbakti melihat kedua orang tuanya dengan penuh kasih sayang kecuali Allah akan menulis setiap pandangannya sebagai haji mabrur." Sahabat bertanya, "Meskipun memandang seratus kali?" Beliau bersabda, "Iya. Allah maha besar dan bersih." HR. Al-Baihaqi.
3. Disebutkan dalam kitab "Syarh al-Sunnah" dari Aisyah ra. Ia berkata : "Rasulullah Saw. bersabda : Aku masuk surga, lalu aku mendengar bacaan Alquran. Kemudian aku bertanya, "Siapa ini?" Malaikat menjawab, "Dia adalah Haritsah bin Nu'man."
Rasulullah berkomentar, "Demikianlah pahala berbakti kepada orang tua. Dan Nu'man adalah orang yang sangat berbakti kepada ibunya."
3. Ibnu Umar ra. berkata : Aku memiliki seorang perempuan yang aku cintai, akan tetapi Umar(ayahku) tidak menyukainya. Ayah berkata kepadaku, "Talaqlah dia!" Akan tetapi aku tidak mau. Lalu Umar datang kepada Rasulullah Saw. Dia menceritakan hal tersebut. Sehingga Rasulullah Saw. berkata kepadaku, "Talaqlah perempuan tersebut!" HR.Al-Tirmidzi
Ulama berkomentar : Apabila kebenaran ada pada orang tua, maka mentalak hukumnya wajib, apabila tidak maka hukumnya Jaiz.
Ibnu Umar ra. melihat laki-laki thawaf dengan menggendong ibunya. Laki-laki itu berkata, "Wahai Ibnu Umar, apakah menurutmu aku telah membalas budinya?" Ibnu Umar berkata, "Tidak, sekalipun dengan satu jerih payahnya. Namun, kamu telah berbuat baik kepadanya. Allah akan membalas kebaikanmu yang sedikit dengan pahala yang besar."
4. Ibnu Umar ra. meriwayatkan hadis dari Nabi Saw. Beliau bersabda : Suatu ketika ada tiga orang berjalan-jalan. Saat itu hujan mengguyur ruas jalan. Mereka pun berlari menuju lubang goa di dalam sebuah gunung. Namun nahas bagi mereka, tiba-tiba batu besar dari gunung jatuh di mulut goa, menutup jalan mereka. Sebagian mereka berkata pada yang lainnya, "Ingat-ingatlah amal yang pernah kalian lakukan yang ikhlas karena Allah, lalu berdoalah kepada-Nya, barangkali Dia akan membukakan batu ini."
Salah satu dari mereka berkata :
"Wahai Allah, aku memiliki dua orang tua yang lanjut usia dan seorang gadis kecil. Aku selalu menjaga mereka bertiga. Ketika masuk waktu sore aku mengunjungi, memeraskan susu untuk mereka. Selalu aku memulai memberi minum kedua orang tuaku sebelum anakku. Namun, sungguh pohon itu terlalu jauh dariku, sehingga aku tidak datang kecuali sudah terlalu sore, dan aku pun mendapati ke dua orang tuaku dalam keadaan tertidur. Aku memeras susu, lalu datang kepada mereka dengan susu tersebut. Aku berdiri menunggu di atas mereka dengan perasaan takut membangunkan mereka, dan aku juga takut untuk memberi susu kepada gadis kecilku terlebih dahulu. Padahal gadis kecilku sudah sangat kelaparan. Begitulah yang aku lakukan sampai munculnya fajar.
Apabila Engkau tahu, bahwa aku melakukannya karena ridha-Mu maka bukakanlah sebuah jalan sehingga kami bisa melihat langit. Maka Allah membukakan jalan mereka sehingga mereka bisa melihat langit."
Keutamaan bakti kepada orang tua juga tertulis dalam beberapa kitab tafsir :
Ada laki-laki dari Bani Israil yang saleh. Dia memiliki anak kecil dan anak sapi. Laki-laki itu membawa sapinya ke hutan. "Wahai Allah, sungguh aku titipkan anak sapi ini untuk anak laki-lakiku sampai dia tumbuh dewasa." Kata laki-laki tersebut. Sampai akhirnya dia meninggal. Bertahun-tahun anak sapi hidup di hutan. Ia selalu lari bila bertemu manusia.
Anak kecil tersebut sudah beranjak dewasa. Dia adalah sosok anak yang berbakti kepada orang tua. Dia bagi malam menjadi tiga bagian ; sepertiga untuk shalat, sepertiga untuk tidur dan sepertiganya untuk menunggui ibunya.
Ketika pagi datang, dia mencari kayu dan membawanya ke pasar. Dia menjualnya sesuai dengan kehendak Allah. Sepertiga hasil penjualan dia sedekahkan, sepertiga untuk makan dan sepertiga untuk ibunya. Suatu hari ibunya berkata padanya, "Hai anakku, sesungguhnya ayahmu mewariskan anak sapi untukmu. Dia menitipkannya kepada Allah di suatu hutan. Berangkatlah, dan berdoalah kepada Tuhan Ibrahim, Ismail dan Ishaq agar mendatangkannya kepadamu. Adapun tanda-tandanya adalah ketika kamu melihatnya maka dia akan membuat dirimu terkesan bahwa sorot matahari keluar dari kulitnya. Dia disebut mudzhabah karena bagus dan kekuning-kuningan."
Pemuda itu datang ke hutan. Dia melihat seekor sapi sedang makan. Pemuda itu berteriak, "Aku bermaksud mengambilnya dengan pertolongan Tuhan Ibrahim, Ismail dan Ishaq." Sapi itu menghadap sampai berdiri tepat di depannya. Dia memegang tanduknya dan menuntunnya.
Dengan izin Allah, sapi tersebut berbicara, "Hai pemuda yang berbakti kepada ibunya, naiklah agar membuatmu lebih ringan " Pemuda tersebut berkata, "Sesungguhnya ibuku tidak memerintahkan demikian." Sapi kuning itu berkata, "Demi Allah, seandainya kamu menaikiku maka kamu tidak akan bisa memilikiku selamanya. Berangkatlah, karena seandainya kamu diperintah untuk mencabut gunung dari akarnya maka karena baktimu kepada orang tua kamu akan melakukannya."
Pemuda shalih itu pergi menemui ibunya. Ibunya berkata, "Kamu adalah laki-laki yang faqir, tidak memiliki uang. Pada siang hari mencari kayu dan malam harinya beribadah, maka berangkatlah dan jualah sapi ini!" Dia berkata, "Berapakah aku boleh menjualnya?" Ibunya menjawab, "Tiga Dinar, jangan kamu menjual tanpa persetujuanku. Harga sapi ini adalah tiga Dinar."
Pemuda tersebut berangkat ke pasar dengan membawa sapinya. Allah mengutus malaikat agar bisa memperlihatkan kekuasaannya. Dia ingin mengetahui seberapakah bakti pemuda tersebut kepada orang tuanya. Allah maha mengetahui.
Malaikat tersebut berkata, "Berapa harga sapi ini?" Dia menjawab, "Tiga Dinar, dan aku mensyaratkan persetujuan ibuku kepadamu." Malaikat berkata, "Kamu bisa memiliki enam Dinar, namun tidak ada urusan dengan ibumu." Pemuda berkata, "Seandainya kamu memberiku emas seberat timbangannya maka aku tidak akan mengambilnya kecuali dengan ridha ibuku."
Pemuda itu kembali kepada ibunya dan menceritakan penawaran malaikat dengan bentuk manusia. Ibunya berkata, "Kembalilah, juallah dengan harga enam dinar, dan jangan jual kecuali dengan persetujuanku." Lalu pemuda itu kembali ke pasar. Malaikat datang kepadanya, "Apakah kamu sudah meminta persetujuan ibumu?" Pemuda berkata, "Iya, dia telah memerintahkan agar tidak menjualnya kurang dari enam dinar atas persetujuannya." Malaikat berkata, "Aku akan memberimu dua belas dinar dan jangan meminta persetujuannya." Pemuda itu menolaknya. Dia kembali kepada ibunya dan menceritakan kejadian tersebut. Ibunya berkata, "Sesungguhnya orang yang mendatangimu adalah malaikat yang menjelma manusia. Dia datang untuk mengujimu. Maka ketika dia datang lagi, katakan padanya, Apakah kamu memerintah kami untuk menjual sapi ini atau tidak."
Pemuda melakukan perintah ibunya. Malaikat berkata, "Pergilah pada ibumu dan katakan padanya, tahanlah sapi ini, karena Musa bin Imran akan membelinya untuk mengungkap kasus pembunuhan dalam Bani Israil, maka jangan kamu jual kecuali dengan harga emas yang memenuhi kulitnya."
Ibu menahan sapi tersebut. Saat itu, Allah memerintahkan Bani Israil agar menyembelih sapi betina. Mereka terus menanyakan sifatnya, dan sapi pemuda itulah yang sesuai dengan sifat-sifatnya. Allah memberinya rahmat dan anugerah karena baktinya kepada orang tua.
Kemudian Bani Israil membeli sapi tersebut darinya dengan harga emas sepenuh kulit sapi. Mereka memukul korban yang terbunuh dengan sebagian anggotanya. Dengan izin Allah, korban tersebut hidup dan berdiri. Urat lehernya memerah oleh darah. Dia berkata, "Aku telah dibunuh Fulan(anak pamannya)" kemudian dia terjatuh ditempatnya. Maka orang yang membunuhnya terhalang dari warisannya.
Hal ini sesuai dengan isyarah firman Allah Swt.
وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادَّارَأْتُمْ فِيهَا
Artinya : Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. (QS. Al-Baqarah : 72)
Post a Comment for "Keutamaan Berbakti kepada Orang Tua - Adab al-Islam fi Nidzamil Usrah (9) "
Silahkan berikan komentar dengan baik dan sopan