Hukum Ihdad Bagi Perempuan
Saat perempuan ditinggal wafat suaminya maka selain harus menuntaskan masa iddah, ia juga harus melaksanakan ihdad. Kewajiban kedua ini sering kali dilupakan oleh sebagian kaum hawa di zaman sekarang. Atau mereka telah mengatakan telah melakukan ‘ihdad’ akan tetapi tidak sesuai dengan aturannya.
Ihdad berasal dari kata ‘ahadda’ yang berarti mencegah, sedangkan menurut istilah berarti mencegah dari berhias dan memakai wewangian pada waktu tertentu. Ulama sepakat saat wanita ditinggal mati suaminya, ia harus melakukan ihdad selama empat bulan sepuluh hari.
Artinya: Tidak halal bagi perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir melakukan ihdad atas meninggalnya seseorang melebihi tiga hari kecuali atas meninggalnya suami (ihdadnya) selama empat bulan sepuluh hari. Hr. Bukhari-Muslim
Hubungan suami istri adalah hubungan yang kuat. Tidak bisa dilupakan begitu saja, seperti saat suami meninggal kemudian istri bersenang-bersenang, berhias-hias, memakai wangi-wangian atau bahkan berpindah dari rumah yang selama menjadi saksi susah dan duka suami istri.
Disyariatkannya ihdad sebagai ungkapan duka atas wafatnya suami, bentuk kesetiaan pada suami dan rasa sedih karena putusnya kenikmatan pernikahan. Pernikahan yang menghantarkan pada keberutungan dunia akhirat. Selain itu, disyariatkannya ihdad untuk mencegah para lelaki mulai melirik perempuan. Dari lirikan tersebut, tumbuh rasa suka, kemudian bisa jadi laki-laki itu menikahinya, mengumpulinya dan berakibat kacaunya nasab.
Adapun hal-hal yang harus dihindari dalam ihdad adalah memakai perhiasan, wewangian dan make up. Nabi saw bersabda:
Artinya: Seorang wanita yang ditinggal mati suaminya tidak boleh memakai pakaian yang diwarnai dengan warna kuning kemerahan, pakaian yang diwarnai dengan tanah liat merah, perhiasan, serta tidak tidak boleh memakai semir dan celak. Hr. Abu Daud
Dalam berihdad hal-hal yang sementara tidak boleh dipakai adakalanya dipakai di badan atau pakaian atau perhiasan. Adapun yang dipakai di badan maka setiap yang anggap bersenang-senang seperti memakai minyak wangi, pacar, celak dan perawatan-perawatan yang tujuan berhias. Kecuali bila tujuannya berobat seperti celak.
Sedangkan yang berkaitan dengan pakaian sebagaimana yang berlaku menurut urf atau adat. Bila urf atau adat memandang sebagai pakaian yang indah maka tidak diperbolehkan. Bisa jadi pakaian hitam dilarang bila ditambah perhiasan-perhiasan yang dianggap berhias.
Kemudian perhiasan yang tidak diperbolehkan, ulama sepakat haramnya emas dalam berbagai bentuk; gelang, cincin atau lainnya. Termasuk juga permata atau intan dan segala sesuatu yang dibuat perhiasan seperti dari gading dan lainnya. Sedangkan perhiasan perak terdapat khilaf: ada yang mengatakan boleh namun ditolak karena umumnya lafadz perhiasan, sedangkan imam ghazali memperbolehkan memakai cincin dari perak karena tidak termasuk perhiasan yang dikhususkan untuk perempuan. Kesimpulannya bila secara urf atau ada dianggap berhias maka tidak diperbolehkan.
Dan tidak wajib ihdad bagi wanita yang ditalak raj’iyah karena dia masih dalam ‘ikatan’ suami istri sebagaimana dinukil dalam kitab al-Raudhah dan asalnya dari Abu Tsur dari Imam Syafii. Kemudian sebagian ashab syafii menjelaskan lebih utamanya wanita berhias dengan perhiasan yang bisa menarik perhatian suaminya sehingga dia berniat rujuk kembali.
Terdapat perbedaan pendapat bagi wanita yang ditalak bain, menurut qaul qadim wajib ihdad karena dia menjadi wanita yang beriddah yang bain sebagaimana wanita yang ditinggal wafat suaminya, sedangkan menurut qaul jadid tidak wajib ihdad karena dia iddah dari talak maka tidak wajib ihdad sebagaimana wanita yang ditalak raj’i.
Refresensi: Al-Iqna’[2]:471. Al-Majmu’[18]: 181. Al-mausu’ah al-fiqhiyah[4]: 107
Ihdad berasal dari kata ‘ahadda’ yang berarti mencegah, sedangkan menurut istilah berarti mencegah dari berhias dan memakai wewangian pada waktu tertentu. Ulama sepakat saat wanita ditinggal mati suaminya, ia harus melakukan ihdad selama empat bulan sepuluh hari.
لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ اَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ اِلَّا عَلَى زَوْجٍ اَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
Artinya: Tidak halal bagi perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir melakukan ihdad atas meninggalnya seseorang melebihi tiga hari kecuali atas meninggalnya suami (ihdadnya) selama empat bulan sepuluh hari. Hr. Bukhari-Muslim
Hubungan suami istri adalah hubungan yang kuat. Tidak bisa dilupakan begitu saja, seperti saat suami meninggal kemudian istri bersenang-bersenang, berhias-hias, memakai wangi-wangian atau bahkan berpindah dari rumah yang selama menjadi saksi susah dan duka suami istri.
Disyariatkannya ihdad sebagai ungkapan duka atas wafatnya suami, bentuk kesetiaan pada suami dan rasa sedih karena putusnya kenikmatan pernikahan. Pernikahan yang menghantarkan pada keberutungan dunia akhirat. Selain itu, disyariatkannya ihdad untuk mencegah para lelaki mulai melirik perempuan. Dari lirikan tersebut, tumbuh rasa suka, kemudian bisa jadi laki-laki itu menikahinya, mengumpulinya dan berakibat kacaunya nasab.
Adapun hal-hal yang harus dihindari dalam ihdad adalah memakai perhiasan, wewangian dan make up. Nabi saw bersabda:
الْمُتَوَفَّى عَنْهَا زَوْجُهَا لَا تَلْبَسُ الْمُعَصْفَرَ مِنْ الثِّيَابِ وَلَا الْمُمَشَّقَةَ وَلَا الْحُلِيَّ وَلَا تَخْتَضِبُ وَلَا تَكْتَحِلُ
Artinya: Seorang wanita yang ditinggal mati suaminya tidak boleh memakai pakaian yang diwarnai dengan warna kuning kemerahan, pakaian yang diwarnai dengan tanah liat merah, perhiasan, serta tidak tidak boleh memakai semir dan celak. Hr. Abu Daud
Dalam berihdad hal-hal yang sementara tidak boleh dipakai adakalanya dipakai di badan atau pakaian atau perhiasan. Adapun yang dipakai di badan maka setiap yang anggap bersenang-senang seperti memakai minyak wangi, pacar, celak dan perawatan-perawatan yang tujuan berhias. Kecuali bila tujuannya berobat seperti celak.
Sedangkan yang berkaitan dengan pakaian sebagaimana yang berlaku menurut urf atau adat. Bila urf atau adat memandang sebagai pakaian yang indah maka tidak diperbolehkan. Bisa jadi pakaian hitam dilarang bila ditambah perhiasan-perhiasan yang dianggap berhias.
Kemudian perhiasan yang tidak diperbolehkan, ulama sepakat haramnya emas dalam berbagai bentuk; gelang, cincin atau lainnya. Termasuk juga permata atau intan dan segala sesuatu yang dibuat perhiasan seperti dari gading dan lainnya. Sedangkan perhiasan perak terdapat khilaf: ada yang mengatakan boleh namun ditolak karena umumnya lafadz perhiasan, sedangkan imam ghazali memperbolehkan memakai cincin dari perak karena tidak termasuk perhiasan yang dikhususkan untuk perempuan. Kesimpulannya bila secara urf atau ada dianggap berhias maka tidak diperbolehkan.
Dan tidak wajib ihdad bagi wanita yang ditalak raj’iyah karena dia masih dalam ‘ikatan’ suami istri sebagaimana dinukil dalam kitab al-Raudhah dan asalnya dari Abu Tsur dari Imam Syafii. Kemudian sebagian ashab syafii menjelaskan lebih utamanya wanita berhias dengan perhiasan yang bisa menarik perhatian suaminya sehingga dia berniat rujuk kembali.
Terdapat perbedaan pendapat bagi wanita yang ditalak bain, menurut qaul qadim wajib ihdad karena dia menjadi wanita yang beriddah yang bain sebagaimana wanita yang ditinggal wafat suaminya, sedangkan menurut qaul jadid tidak wajib ihdad karena dia iddah dari talak maka tidak wajib ihdad sebagaimana wanita yang ditalak raj’i.
Refresensi: Al-Iqna’[2]:471. Al-Majmu’[18]: 181. Al-mausu’ah al-fiqhiyah[4]: 107
Post a Comment for "Hukum Ihdad Bagi Perempuan"
Silahkan berikan komentar dengan baik dan sopan